Satelit Jepang Dapat Data Rinci Permukaan Asteroid Ryugu
Satelit Jepang menyebut permukaan asteroid Ryugu sangat dinamis.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ilmuwan mempublikasikan hal baru mengenai asteroid Ryugu yang diteliti melalui misi pesawat ruang angkasa Jepang Hayabusa2. Hayabusa2 melakukan perjalanan melintasi tata surya belum mengirimkan muatan batuan asteroid Ryugu kembali ke Bumi.
Data yang dikirimkan sudah memberi ilmuwan pratinjau tentang sejarah dinamis asteroid yang dekat dengan Bumi. Penelitian dimulai dengan manuver pengambilan sampel Februari 2019, yang difilmkan dengan cermat oleh Hayabusa2 untuk memberi tahu personel di Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) bagaimana operasi berlangsung. Rekaman itu sangat rinci dan begitu tiba, para ilmuwan dengan penuh semangat menyaksikan dan mereka melihat sesuatu yang aneh.
Ilmuwan Planet Universitas Tokyo dan penulis utama penelitian baru, Tomokatsu Morota mengatakan jet pendorong mengangkat batu dan partikel dari permukaan Ryugu dan permukaannya sangat berubah.
“Sangat menarik permukaan asteroid, yang tidak diperkirakan akan berubah secara signifikan pada skala waktu geologis, dapat dengan mudah diubah oleh pendaratan pesawat ruang angkasa,” ujar Morota, seperti yang dilansir dari Space, Sabtu (9/5).
Beberapa bahan yang mengganggu terdiri dari batu besar, tetapi sebagian besar adalah partikel debu kecil, yang menyebar hingga 16 kaki (lima meter) dari lokasi pengambilan sampel. Mereka menyadari sesuatu yang lain tentang gangguan permukaan, yakni partikel-partikel yang dipengaruhi oleh pendaratan juga cukup gelap.
Faktanya, partikel-partikel itu tampaknya cocok dengan salah satu dari dua jenis material yang dilihat para ilmuwan dari survei udara Ryugu. Anehnya, materi itu tampak membentuk garis-garis terhadap bahan yang lebih biru, yang ditemukan di kutub dan garis tengah asteroid.
Sementara itu, tim telah membuat teori tentang masaa lalu Ryugu, berdasarkan pada kombinasi gerakan aneh batu dan debu dengan garis-garis permukaan asteroid yang tampak jelas. Para ilmuwan percaya, sebagian besar Ryugu terbuat dari agregat seperti bahan puing-puing.
Namun di beberapa titik di masa lalu Ryugu, asteroid melesat terlalu dekat dengan matahari dan pemanasan yang tiba-tiba mengubah lapisan luar batu menjadi material yang lebih merah. Ryugu mundur ke orbitnya yang sekarang, lebih jauh dan seiring waktu, rentetan benda-benda lain bertabrakan dengan asteroid, memecah batuan menjadi potonga-potongan yang semakin kecil.
Pada saat yang sama, sebuah fenomena yang disebut pemborosan massa menarik beberapa bahan dari garis tengah Ryugu menuju kutubnya. Para ilmuwan percaya cerita ini akan cocok dengan penampilan bergaris masih ditutupi oleh bahan yang lebih merah ke bagian dalam yang lebih biru dan kecenderungan untuk materi yang lebih membuat Ryugu menjadi lebih merah.
Para ilmuan berharap hasilnya akan membantu mereka memahami hari-hari awal tata surya. “Kami tertarik untuk melihat bagaimana molekul seperti itu berubah secara kimia dengan pemanasan matahari. Ini penting untuk memahami evolusi kimiawi dari molekul organik, yang bisa diangkut ke Bumi purba,” kata Morota.
Hayabusa2 tiba di asteroid Ryugu pada musim panas 2018 dan menghabiskan 16 bulan mengorbit asteroid itu. Selama kunjungannya yang panjang, Hayabusa2 menjatuhkan tiga rover ke asteroid dan mengambil beberapa sampel dari permukaan batu ruang angkasa.