Singapura Tolak Strategi Herd Immunity untuk Atasi Covid-19

Herd immunity melalui infeksi alami dinilai sangat sulit terjadi.

EPA
Pekerja yang mengenakan masker dan pelindung wajah membawa makanan di asrama pekerja asing Westlite Woodlands, Singapura, Selasa (28/4). Kasus Virus Corona di Singapura sudah hampir mencapai 15 ribu
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Singapura menolak herd immunity atau kekebalan kelompok sebagai strategi dalam melawan pandemi virus corona Covid-19. Otoritas setempat menegaskan bahwa mereka akan tetap berupaya memerangi virus corona hingga vaksin ditemukan dan disebarluaskan.

Baca Juga


"Meskipun kami telah mengambil banyak langkah untuk mempersiapkan lonjakan dan memperluas kemampuan kami, tidak semudah itu kami mengambil strategi herd immunity," ujar Direktur Pelayanan Medis Kementerian Kesehatan Singapura, Kenneth Mark, dilansir Bloomberg.

Herd immunity terbentuk jika banyak orang dalam suatu komunitas mengembangkan kekebalan melalui tertular penyakit atau vaksinasi sebelumnya. Para peneliti harus mengembangkan vaksin yang terbukti aman dan efektif melawan virus corona, lalu otoritas kesehatan harus memberikannya kepada jumlah orang yang cukup.

"Mencapai herd immunity melalui infeksi alami akan sangat sulit dan mengakibatkan sejumlah besar infeksi dan komplikasi. Kita harus menunggu keluarnya vaksin," ujar Direktur Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Vernon Lee.

Singapura menerapkan strategi pengujian yang lebih agresif. Pemerintah berencana untuk meningkatkan kapasitas pengujian lima kali lipat, dari sekitar 8.000 menjadi sebanyak 40 ribu tes sehari pada akhir tahun ini. Pemerintah memperluas pengujian sebagai upaya untuk membuka kembali aktivitas ekonomi.

Beberapa pertokoan seperti salon rambut, binatu, dan toko makanan hewan diizinkan beroperasi pada Selasa (12/5). Sementara itu, sekolah akan dibuka kembali pada pekan depan.

Singapura menghadapi gelombang kedua penyebaran virus corona yang berasal dari klaster pekerja migran. Pada Selasa, Kementerian Kesehatan mengonfirmasi 884 kasus baru dari klaster tersebut sehingga total kasus menjadi lebih dari 24 ribu. Pekerja migran yang telah dikarantina dan dinyatakan sembuh dapat kembali bekerja.

Pada akhir Mei, 20 ribu pekerja migran akan keluar dari fasilitas perawatan. Menteri Pembangunan Lawrence Wong mengatakan, pemerintah berencana untuk segera melonggarkan pembatasan seiring dengan progres positif dari kasus penularan di asrama pekerja migran.

"Kami terus menguji banyak pekerja, termasuk yang tidak menunjukkan gejala. Ini bagian dari proses membersihkan asrama secara sistematis," kata Wong. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler