Tiap Orang Masuk Bali Wajib Tes Swab
Pengetatan karena kebijakan Kemenhub secara berangsur meningkatkan mobilitas.
REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra mengatakan setiap orang yang masuk ke Pulau Dewata melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai dan Pelabuhan Benoa, wajib menjalani tes dengan pengambilan spesimen swab. Pengetatan penjagaan di pintu masuk ini dilakukan untuk mencegah masuknya carrier dari daerah zona merah Covid-19 masuk ke Bali.
Menurut dia, sejauh ini orang yang datang ke Bali melalui Bandara Ngurah Rai maupun Pelabuhan Benoa adalah repatriasi atau pemulangan Pekerja Migran Indonesia asal Bali yang bekerja di luar negeri. "Terhadap mereka ini kita lakukan screening luar biasa dengan langsung mengambil uji swab-nya yang diperiksa PCR. Selain itu, mereka baik PMI maupun non-PMI mesti menjalani karantina," ujar Dewa Made Indra usai menjadi narasumber Webinar di Kantor Diskominfo Provinsi Bali, Sabtu (16/5).
Dia menambahkan, upaya pengetatan tersebut dilakukan untuk merespons kebijakan pelonggaran penggunaan transportasi umum yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan pada 6 Mei 2020. Kebijakan ini secara berangsur meningkatkan mobilitas perpindahan orang melalui jalur darat, udara dan laut.
Tindakan uji swab ini dilakukan meskipun pemerintah pusat telah menyiapkan instrumen bagi setiap penumpang pesawat wajib menjalani rapid test di bandara sebelum diberangkatkan. "Terhadap kebijakan (Kemenhub) ini, Bali tidak bisa menutup diri, namun kita bisa merespons dengan melakukan screening yang lebih ketat terhadap tiap orang yang masuk ke Bali," ujarnya.
Pada kesempatan itu pula, Dewa Indra menanggapi rumor yang menyebutkan soal adanya pembatasan aktivitas bagi warga Bali, dan di sisi lain justru pelintas luar leluasa masuk Bali. Hal itu, kata dia, disebabkan adanya kekeliruan persepsi di tengah masyarakat yang mesti segera diluruskan.
Karena yang sebenarnya terjadi, menurut dia, tiap orang yang melewati masuk pintu Bali mesti mengikuti prosedur protokol kesehatan. "Orang yang masuk ke Bali ini memang sudah mengikuti prosedur yang resmi tentang repatriasi dan itu pun kita jaga, kita screening dengan ketat supaya mereka tidak menjadi orang yang bisa menularkan Covid-19 itu kepada orang lain," ujar Dewa Indra.
Ia menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pelaku perjalanan sesuai SE No 4 Tahun 2020. "Sebenarnya esensinya adalah tetap melarang untuk mudik, tetap melarang atau membatasi perlintasan orang tapi dalam konteks pembatasan itu diberlakukanlah persyaratan-persyaratan," kata mantan Kalaksa BPBD Provinsi Bali ini.
Persyaratan itu antara lain harus membawa surat keterangan tugas dari instansi pemerintah, TNI/Polri dan lain sebagainya. "Kedua, mereka harus bisa menunjukkan bahwa hasil rapid test atau uji swab-nya itu negatif hanya orang yang seperti itu yang boleh," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali I Gede Wayan Samsi Gunarta membenarkan masyarakat tak perlu khawatir soal pelonggaran perjalanan. "Selama orang yang datang dipastikan rapid test-nya negatif dan menggunakan protokol dalam perjalanan mestinya kita tidak perlu terlalu khawatir," ucapnya.
Secara terpisah, Ketua Komisi III DPRD Bali IGA Diah Werdhi Srikandi Wedastraputri Suyasa mengatakan masyarakat perlu memahami Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). "Mengingat viralnya berita terkait dibukanya bandara dan berita-berita tersebut membuat resah masyarakat, saya sampaikan SE No 4 Tahun 2020 dan ringkasannya untuk memudahkan dipahami," ucapnya.
Diah Srikandi menyebut pengecualian diberikan kepada lembaga pemerintah atau swasta yang menyelenggarakan pelayanan percepatan penanganan Covid-19, pelayanan pertahanan/keamanan/ketertiban umum, pelayanan kesehatan, pelayanan kebutuhan dasar, pelayanan pendukung layanan dasar dan pelayanan fungsi ekonomi penting. Pengecualian juga diberikan untuk pasien yang membutuhkan pelayanan darurat, orang yang keluarga inti sakit keras atau meninggal, repatriasi WNI (PMI) dan WNA, korban PHK dan mereka yang masa tugasnya selesai.