Warga China Rawan Terpapar Serangan Corona Gelombang Dua
Warga China disebut masih rentan terhadap infeksi virus corona penyebab Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pakar kesehatan di China memberi peringatan kepada pemerintah akan rentannya negara terhadap serangan virus corona tipe baru gelombang kedua. Dia mengatakan, hal tersebut menyusul minimnya imunitas masayarakat serta belum ditemukannya vaksin virus penyebab Covid-19 tersebut.
Penasihat medis senior pemerintah China Dr Zhong Nanshan mengimbau otoritas untuk tidak berpuas diri setelah berhasil menangani virus tersebut di Wuhan. Dia mengatakan, kasus-kasus baru telah muncul di seluruh China dalam beberapa pekan terakhir di Wuhan serta provinsi Heilongjiang dan Jilin.
"China saat ini masih rentan terhadap infeksi Covid-19 karena kurangnya imunitas dan kami menghadapi tantangan besar yang tidak lebih baik daripada negara-negara lain," kata Zhong, dalam laporan CNN, Ahad (17/5).
Zhong mengatakan bahwa keterbukaan pemerintah dalam menghadapi penyebaran virus corona juga menjadi kunci dalam peperangan melawan Covid-19. Kepala tim penanganan Covid-19 di China ini mengungkapkan, pemerintah China sebelumnya juga sempat tertutup mengenai jumlah kasus Covid-19 di Wuhan saat itu.
Pahlawan SARS China ini mengungkapkan kecurigaan akan penyebaran virus yang dilaporkan hanya menginfeksi sekitar 41 warga dalam 10 hari terakhir. Zhong akhirnya memutuskan untuk sidak ke Wuhan pada 18 Januari lalu dan menerima laporan dari tenaga medis bahwa situasi di sana lebih buruk dari yang dilaporkan pemerintah.
"Pemerintah setempat, mereka tidak suka mengatakan yang sebenarnya pada waktu itu. Pada awalnya mereka diam tapi kemudian saya berkata mungkin kita memiliki lebih banyak orang yang terinfeksi," katanya.
Di saat yang bersamaan, Zhong melihat paparan infeksi Covid-19 di negara lain terus menanjak. Dia mengaku mendesak pemerintah setempat saat itu untuk mengungkapkan jumlah sesungguhnya dari paparan Covid-19 di Wuhan.
"Saya terus bertanya dan meminta mereka untuk memberi angka yang sebenarnya. Saya kira mereka sangat enggan untuk menjawab pertanyaan saya," katanya.
Pada 20 Januari, Zhong mendapat informasi bahwa kasus positif Covid-19 di Wuhan telah mencapai 198. Bahkan, 13 tenaga medis telah terinfeksi dan tiga orang lainnya meninggal akibat paparan virus yang sama.
Zhong mengatakan, pemerintah pusat China segera mengadakan pertemuan dan memutuskan untuk mengisolasi Wuhan guna mencegah penyebaran virus lebih jauh lagi. Lockdown tersebut lantas diangkat 76 hari berselang setelah dinyatakan aman.
Pada Februari lalu pemerintah China telah memecat beberapa pejabat senior Wuhan akibat penyebaran infeksi Covid-19. Mereka termasuk dua pejabat yang bertanggung jawab atas komisi kesehatan provinsi serta ketua Partai Komunis China di Wuhan dan provinsi Hubei.
Sementara itu, para peniliti saat ini tengah berusaha keras untuk mengembangkan vaksin Covid-19. Hal tersebut dilakukan setelah virus tersebut menginvasi dunia dengan jumlah penderita kasus positif yang terus meningkat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa tiga perusahaan Amerika Serikat (AS) sudah menguji vaksin mereka pada manusia. Vaksin itu saat ini masih dalam uji coba fase 1 atau fase 2 yang biasanya melibatkan pemberian vaksin kepada puluhan atau ratusan subjek penelitian.
Zhong mengatakan, tiga vaksin China saat ini juga sedang melalui uji klinis. Meski demikian, dia mengatakan bahwa vaksin yang 'sempurna' kemungkinan masih belum akan ditemukan dalam waktu dekat.
Dia mengatakan, dunia harus terus menguji dengan menggunakan berbagai jenis vaksin. Menurutnya, masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan apa pun jenis vaksin yang tersedia untuk jenis virus corona.
"Itu sebabnya saya menyarankan agar hasil akhir dari pencarian vaksin akan memakan waktu lebih lama," katanya.