Layar Terkembang, Nakhoda Yudo Rintangi Gelombang
Laksamana Yudo lahir di tengah sejarah bangsa, dilantik saat Harkitnas.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Selamat Ginting, Wartawan Senior Republika
Saat terjadi peristiwa pemberontakan PKI tahun 1965, Menteri/Panglima Angkatan Laut, RE Martadinata, dengan cepat memberikan reaksi. Sang laksamana mengutuk gerakan tersebut dan menyatakan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) bekerja sama dengan Angkatan Darat akan menumpas G30S/PKI.
“Mereka (massa) bisa pergi keluar dan membersihkan komunis tanpa halangan dari militer,” kata Martadinata, saat menghadiri pemakaman Ade Irman Suryani Nasution, anak dari Jenderal AH Nasution. (John Hues dan Cristian Science Monitor).
Betul saja, mahasiswa dan masyarakat sudah geram terhadap pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka juga mengingatkan pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun. Markas PKI pun dibakar massa.
Respons cepat Laksamana Martadinata ternyata tidak disenangi Presiden Sukarno. Sehingga jabatannya sebagai orang nomor satu di Angkatan Laut dicopot. Martadinata tidak peduli harus kehilangan jabatan. Itulah sikapnya dalam kondisi negara sedang dilema. Tegas menentang komunisme. Menentang PKI yang lahir pada 23 Mei 1914.
Dalam suasana Indonesia bergolak pada Oktober dan November 1965 itulah, lahir Yudo Margono di Madiun, Jawa Timur. Madiun merupakan kota kecil penghubung Surabaya – Surakarta (Solo). Ia lahir pada 26 November 1965.
Di wilayah yang 90 persen penduduknya Muslim, Yudo bersekolah dari SD hingga SMA. SD di garon, SMP di balerojo, dan SMA di Caruban. Semuanya di Madiun, yang dikenal kelezatan nasi pecel dan madu mongsonya.
Meski berada di wilayah Jawa Timur, namun Madiun unik. Kebudayaannnya lebih dekat ke budaya ‘Jawa Tengahan’ (Mataraman). Mengapa? Karena Madiun pernah berada di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram.
Pada 1948, terjadi pemberontakan yang dilakukan PKI di Madiun. Pemberontakan dipimpin Musso di Kresek, Wungu, Kabupaten Madiun. Sekarang dikenal dengan nama Monumen Kresek.
Sikap tegas Laksamana Martadinata saat berhadapan dengan PKI tahun 1965 menjadi catatan sejarah. Ia juga senantiasa mengingatkan pemberontakan PKI Madiun.
Sekitar 55 tahun kemudian, setelah pernyataan tegas Martadinata. Anak Madiun, Yudo Margono dipercaya menjadi pimpinan Angkatan Laut. Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Yudo sebagai Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) dan Fadjar Prasetyo sebagai Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU).
Pelantikan berlangsung di Istana Negara, Jakarta, dan disiarkan di saluran YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (20/5/2020). Protokol kesehatan pencegahan virus Corona (COVID-19) diberlakukan dalam proses pelantikan tersebut. Sebuah pelantikan di hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Hari Kebangkitan Nasional.
Yudo dan Fadjar diangkat sebagai KSAL dan KSAU berdasarkan Keppres Nomor32 dan 33 TNI Tahun 2020 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Kepala Staf Angkatan Laut serta Kepala Staf Angkatan Udara dan Keppres Nomor 34 dan 35 TNI Tahun 2020 tentang Kenaikan Pangkat dalam Golongan Tinggi TNI. Dengan Keppres nomor 34 dan 35 TNI Tahun 2020, Yudo resmi berpangkat Laksamana TNI dan Fadjar berpangkat Marsekal TNI.
Seusai dilantik, Yudo dan Fadjar menandatangani berita acara pelantikan. Keduanya mengenakan masker hitam. Yudo menggunakan sarung tangan putih, menggantikan Laksamana Siwi Sukma Aji. Fadjar menggunakan sarung tangan hitam, menggantikan Marsekal Yuyu Sutisna.
Sebelum menjadi KSAL, Yudo menjabat sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I. Yudo merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) 1988-A. Sedangkan Fadjar sebelumnya menjabat Pangkogabwilhan II. Fadjar merupakan lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) 1988-B.
Acara pelantikan dihadiri Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto; Kepala Polri, Jenderal Idham Azis; Menko Polhukam Mahfud Md; Mensesneg, Pratikno; Menhan Prabowo Subianto, hingga KSAD, Jenderal Andika Perkasa.
Saat Yudo dilantik sebagai letnan dua di Istana Negara pada 1988, sebagai KSAL saat itu, Laksamana Rudolf Kasenda. Kasenda lulusan Institut Angkatan Laut (IAL) tahun 1955. Satu tahun kemudian, pada 1956, IAL berubah nama menjadi AAL.
Yudo lulusan pola akademi empat tahun. Masuk pendidikan (werving) tahun 1984 dan lulus tahun 1988. Adik kelasnya, werving tahun 1985, menjalani pola pendidikan tiga tahun. Sehingga lulus bersamaan tahun 1988. Namun werving 1985, masih harus masuk pendidikan kecabangan (korps) selama sekitar satu tahun. Baru kemudian ditempatkan di kesatuan militer. Werving 1985 ini, di antaranya adalah KSAU, Marsekal Fadjar Prasetyo.
KSAL Laksamana Yudo Margono, menyampaikan sembilan program prioritas dalam pembangunan kekuatan dan pembinaan kemampuan TNI Angkatan Laut. Hal itu dikemukakannya saat ‘entry briefing’ kepada 39 satuan kerja TNI AL. Terdiri dari komando utama (kotama) TNI AL, badan pelaksana pusat (balakpus), pangkalan utama Angkatan Laut (lantamal) di seluruh Indonesia.
Yudo menyampaikan hal itu melalui konferensi video di auditorium Denma Mabesal, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (20/5/2020). Kesembilan program prioritas tersebut meliputi, pembangunan SDM TNI AL; modernisasi KRI, pesawat udara dan material tempur; pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana TNI AL; pembangunan sistem pembinaan kekuatan dan kesiapan operasional; penyelarasan doktrin, operasi, latihan dan sistem pendidikan.
Selain itu; peningkatan kemampuan komando, kendali, komunikasi, komputer, intelijen, pengamatan, dan pengintaian (K4IPP) serta siber TNI AL. Kemudian; peningkatan program dan anggaran berbasis kinerja dan berorientasi hasil; perbaikan sistem dukungan logistik serta peningkatan kemampuan TNI AL dalam menghadapi ancaman bersifat non-konvensional.
Kegiatan entry briefing merupakan petunjuk awal dari pimpinan baru serta merupakan pedoman bagi seluruh prajurit TNI AL untuk melanjutkan jalannya roda organisasi TNI AL ke depan. Yudo berkomitmen meneruskan kebijakan para pemimpin TNI AL terdahulu. Diselaraskan dengan petunjuk strategis dan arah kebijakan Presiden RI dan pimpinan TNI. Khususnya terkait pelaksanaan tugas sebagai KSAL dalam pembinaan kekuatan dan kesiapan operasional.
Mengawali tugasnya, Laksamana Yudo menyampaikan visi TNI Angkatan Laut lima tahun ke depan. Yakni; “Terwujudnya TNI Angkatan Laut yang Profesional, Modern dan Tangguh untuk mewujudkan Indonesia Maju Yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berdasarkan Gotong Royong”.
Hadir pada kegiatan tersebut Wakil KSAL Laksamana Madya Mintoro Yulianto, para pejabat utama Mabesal, para pemimpin kotama TNI AL wilayah Jakarta dan para kepala dinas di Mabesal. Berkaitan situasi dan kondisi saat ini, ia menekankan agar TNI Angkatan Laut, baik sebagai organisasi maupun sebagai pribadi personel, harus tampil memberikan contoh dan teladan dalam upaya percepatan penanganan Covid-19.
Ia berpesan prajurit TNI terus mewaspadai covid-19. Protokol kesehatan diminta tak diabaikan. "Saya kira umum, mungkin dalam perjalanannya, karena sekarang musim pandemi. Kita tetap menjaga diri dengan physical distancing kemudian tetap menggunakan masker," kata Yudo di Istana Negara.
Yudo mengatakan operasi TNI harus tetap berjalan demi menjaga Indonesia di tengah pandemi covid-19. Para prajurit diminta untuk membiasakan diri menggunakan protokol kesehatan dalam setiap operasinya saat ini.
"Tentunya untuk operasional kita supaya tidak terpapar korona. Kita menjaga unsur-unsur operasional kita tetap melaksanakan operasi atau patroli kedaulatan hukum di sana," ujar Yudo.
Dia tak ingin protokol kesehatan diabaikan jajarannya. Jangan sampai masalah keamanan negara terancam karena prajurit TNI tumbang karena virus corona.
"Harapan kita unsur-unsur kita tidak terkena korona sehingga kita mengantisipasi dari sekarang sehingga kelangsungan operasional unsur-unsur kita dapat terus terjaga," ucap Yudo.
Yudo memang kerap memberikan informasi soal corona. Dari mulai karantina WNI di Pulau Natuna, kesiapan Rumah Sakit Darurat Covid-19 di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau dan Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta. Sebagai Pengkogabwilhan, ia membawahi tiga matra untuk wilayah Sumatra, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat hinga Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Yudo menyampaikan informasi jumlah pasien per hari, perkembangan fasilitas, hingga dipercaya Panglima TNI Hadi Tjahyanto mengakomodasi pasukan dari satuannya.
Ia pun memimpin operasi evakuasi WNI ABK Grand Princess ke Pulau Natuna dan operasi evakuasi WNI ABK Diamond Princess ke Pulau Sebaru. Pria kelahiran Madiun 26 November 1965 itu pun pernah memimpin pengendalian operasi siaga tempur. Hal ini terkait pelanggaran batas wilayah di laut Natuna Utara pada Januari 2020. Operasi itu dilakukan selang beberapa bulan setelah Yudo dilantik sebagai Pangkogabwilhan I.
Laksamana Yudo lahir di tengah sejarah bangsa. Dilantik di saat Hari Kebangkitan Nasional. Tentu harus ada yang berbeda untuk kemajuan bangsa. Kemudi kapal sudah di tangan. Kita nantikan nakhoda Yudo melalui rintangan ombak mengawal keadulatan di lautan. Selamat bekerja, Laksamana.
Jabatan Karier:
Asisten Perwira Divisi (Aspadiv) Senjata Artileri Rudal di KRI YNS 332 (1988)
Kadep Ops KRI Ki Hajar Dewantara 364
Palaksa KRI Fatahillah 361
Komandan KRI Pandrong 801
Komandan KRI Sutanto 877
Komandan KRI Ahmad Yani 351
Komandan Lanal Tual (2004—2008)
Komandan Lanal Sorong (2008—2010)
Komandan Satkat Koarmatim (2010—2011)
Komandan Satkor Koarmatim (2011—2012)
Komandan Kolat Armabar (2012—2014)
Paban II Opslat Sops Mabesal (2014—2015)
Komandan Lantamal I Belawan (2015—2016)
Kepala Staf Koarmabar (2016—2017)
Pangkolinlamil[1][2][3] (2017—2018)
Pangarmabar (2018)
Pangarmada I (2018—2019)
Pangkogabwilhan I (2019—2020)
KSAL (2020—)