Komisi XI DPR: Belum Ada Usulan Final untuk Cetak Uang ke BI

Usulan cetak uang masih jadi perdebatan di antara anggota Komisi XI DPR RI

dpr
Anggota Komsi XI DPR RI Ramson Siagian. Ramson mengatakan usulan cetak uang masih jadi perdebatan di antara anggota Komisi XI DPR RI
Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 tidak hanya menjadi momok bagi kesehatan tapi juga menjadi ancaman serius terhadap stabilitas ekonomi, termasuk di Indonesia. Berbagai gagasan untuk menyelamatkan perekonomian pun mencuat, salah satunya adalah perlunya melakukan Quantitative Easing dengan mencetak uang dengan jumlah yang sangat besar.


Namun ide ini menuai pro kontra, tidak terkecuali antar anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI."Di rapat virtual dengan Komisi XI DPR RI, Menteri Keuangan (Menkeu) menjelaskan untuk mencegah krisis ekonomi dan keuangan tidak terlalu dalam, Pemerintah memberikan stimulus ke-3 dengan anggaran sebesar sekitar Rp 405, 1 Triliun," ujar Anggota Komisi XI DPR RI, Ramson Siagian dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (22/5).

Lanjut Ramson, perincian anggaran stimulus tersebut, untuk kesehatan Rp 75 triliun, dukungan industri Rp 70,1 triliun. Untuk dukungan dunia usaha Rp 150 triliun, dan untuk social safety net Rp 110 triliun, terdiri dari jaring pengaman sosial Rp 65 triliun, cadangan pemenuhan pokok dan operasi pasar/logistik Rp 25 triliun dan penyesuaian anggaran pendidikan untuk penanganan Covid-19 Rp 20 trilun.  

"Total stimulus sekitar Rp 405,1 triliun atau sekitar 2,5 persen dari PDB. Sekaligus Menkeu juga menjelaskan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di thn 2020 dengan skenario berat sekitar 2,3 persen dan skenario sangat berat sekitar -0,4 persen atau minus 0,4 persen," ungkapnya.

Menurut Politikus Partai Gerindra itu, dalam proses rapat rapat virtual tersebut, memang timbul berbagai kekhwatiran akan kelanjutan ekonomi nasional. Juga ada anggota Komisi XI DPR RI dengan berbagai argumentasi yang mendesak agar BI melakukan Quantitative Easing dengan mencetak uang untuk masuk membeli Surat Utang Negara di pasar primer. Bahkan, di publik juga ada anggota Komisi XI DPR RI dengan mengemukakan perlu segera mencetak uang, ada yang menyebut Rp 600 Triliun. 

"Ada yang mengikuti opini publik yang disampaikan salah satu pimpinan Kadin agar BI melakukan Quantitative Easing dengan mencetak uang sekitar Rp 1.600 Triliun," kata Ramson.

Namun, Ramson menjelaskan, dalam perdebatan di rapat virtual tersebut tidak semua Anggota Komisi XI DPR RI mendukung upaya mencetak uang ataupun menyebut  Quantitative Easing dengan mencetak uang untuk keperluan stimulus dampak ekonomi covid-19. "Saya termasuk yang tegas menolak usulan mencetak uang tersebut, dan memang berkembang argumentasi oleh  anggota Komisi XI tertentu seakan akan kalau “Quantitative Easing” harus melakukan mencetak uang besar besaran," ungkap Ramson.

Ramson mengatakan, inti dari proses perdebatan di rapat rapat virtual Komisi XI DPR RI sebagai proses demokrasi. Walhasil sampai hari ini belum pernah ada rekomendasi resmi kepada Bank Indonesia agar melakukan Quantitative Easing dengan mencetak uang. 

Meskipun tentu ada anggota Komisi XI DPR membentuk opini publik  mendesak BI melakukan cetak uang. Ini seakan-akan DPR RI Komisi XI mengusulkan  BI melakukan cetak uang.

"Jelas, hingga hari ini belum pernah ada kesimpulan rapat rapat virtual Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan, Gubernur BI dan OJK  yang mengusulkan cetak uang kepada Gubernur BI," ujar Ramson.

Maka dengan demikian, hal ini perlu diperjelas karena belakangan ini Rizal Ramli dan beberapa ekonom serta pengamat menyampaikan persepsi di publik seakan-akan DPR RI Komisi XI membuat kesimpulan mengusulkan cetak uang kepada Gubernur Bank Indonesia. Oleh karena itu, sebabnya dirinya menyampaikan fakta ini meski dirinya juga sudah lama mengurangi berbicara di publik terkecuali pada rapat rapat di DPR RI. Ali Mansur

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler