Remdesivir Dapat Persingkat Waktu Pemulihan Pasien Covid-19

Inggris menyiapkan penggunaan remdesivir bagi pasien Covid-19.

Gilead Sciences via AP
Foto oleh Gilead Sciences menunjukkan remdesivir yang telah disetujui FDA sebagai obat Covid-19.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Obat remdesivir yang diyakini dapat mempersingkat waktu pemulihan untuk pasien infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) kini telah tersedia di Inggris. Menteri Kesehatan Matt Hancock mengatakan, itu mungkin langkah maju terbesar dalam pengobatan virus, sejak wabah pertama kalinya melanda dunia. 

Remdesivir adalah obat antivirus yang telah digunakan untuk mengobati pasien yang terinfeksi Ebola. Pihak berwenang Inggris mengatakan, terdapat cukup bukti untuk menyetujui penggunaannya pada pasien Covid-19 di rumah sakit rujukan negara Eropa itu.

Karena persediaan yang masih terbatas, remdesivir akan didistribusikan terlebih dahulu ke fasilitas medis dengan kasus darurat serta sejumlah pertimbangan lainnya. Tak hanya Inggris, Amerika Serikat (AS) dan Jepang juga mempersiapkan obat ini agar dapat digunakan segera.

AS dan Jepang dilaporkan telah membuat pengaturan untuk menyediakan akses awal ke obat sebelum perjanjian pemasaran. Remdesivir saat ini sedang menjalani uji klinis di seluruh dunia.

Dilansir BBC, data awal menunjukkan remdesivir dapat mempercepat waktu pemulihan pasien Covid-19 sekitar empat hari. Namun, belum ada bukti bahwa obat ini mampu menyelamatkan lebih banyak nyawa orang-orang yang terinfeksi virus corona jenis baru.

Stephen Griffin dari Fakultas Kedokteran Universitas Leeds mengatakan, itu mungkin adalah antivirus yang paling menjanjikan untuk mengobati Covid-19 sejauh ini. Ia mengatakan, pasien dengan penyakit paling parah kemungkinan akan menerimanya terlebih dahulu.

"Meskipun ini jelas pendekatan yang paling etis, itu juga berarti bahwa kita tidak boleh mengharapkan obat untuk segera bertindak sebagai peluru ajaib. Kami berharap untuk meningkatkan tingkat pemulihan dan pengurangan angka kematian pasien," ujar Griffin.

Obat lain yang sedang diselidiki untuk Covid-19 termasuk obat malaria dan HIV. Pengujian obat malaria, yaitu hidroksiklorokuin, telah dihentikan dalam beberapa percobaan karena kekhawatiran akan keselamatan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, penangguhan sementara pengujian obat tersebut merupakan tindakan pencegahan, setelah studi medis baru-baru ini menemukan obat tersebut dapat meningkatkan risiko kematian dan komplikasi irama jantung.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler