3 Jenis Stres Ini Bisa Menyerang Anak, Waspadai yang ke-3

Toxic stres bisa sebabkan kerusakan pada struktur otak anak.

www.freepik.com
Anak mengalami stres (ilustrasi).
Rep: Meiliza Laveda Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, FLORIDA -- Anak-anak pada umumnya resiliensi yang baik. Resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit.

Lutut anak berdarah? Tidak masalah, akan cepat sembuh. Namun, bagaimana dengan trauma emosional, pengalaman menakutkan, atau stres? Anak-anak dapat pulih kembali dari pengalaman traumatis. Tetapi dibandingkan dengan luka fisik, luka emosional efeknya bergantung dari banyak faktor.

Hasil penelitian membuktikan anak-anak yang terpapar stres beracun (toxic stress) memiliki risiko lebih tinggi untuk tumbuh dengan masalah fisik, mental, dan emosional. Ini akan mengakibatkan pada tingginya risiko sang anak tumbuh menjadi remaja yang nakal dan terlibat dalam tindakan kriminal ketika dewasa.

Dengan alasan kesehatan tersebut, Departemen Kesehatan dan Pelayanan Masyarakat Amerika Serikat mendeklarasikan bulan Juni sebagai Children’s Awareness Month atau Bulan Kesadaran Anak-anak. Perlu diketahui, tidak semua stres yang dialami oleh anak-anak berbahaya.

Dilansir di Florida Today baru-baru ini, peneliti mengidentifikasi terdapat tiga macam stres yang dialami oleh anak-anak, yakni stres positif, stres yang dapat ditolerir, stres, dan stres beracun. Berikut penjelasannya:



1. Stres positif

Saat anak merasa terancam, detak jantung dan tekanan darah mereka meningkat. Mulut mereka menjadi kering dan sistem yang merespons stres dalam otak mereka aktif. Di dalam lingkungan yang suportif dengan kasih sayang, efek psikologis yang ditimbulkan oleh stres positif dapat terhindar.

Oleh karena itu, anak dapat belajar bagaimana untuk tetap tenang. Hal ini akan menyebabkan anak tumbuh menjadi anak yang kuat dan bisa menangani situasi yang menegangkan. Stres positif bukan termasuk stres berat. Stres jenis ini dapat disembuhkan oleh bantuan orang dewasa. Contohnya ketika hari pertama sekolah, saat diimunisasi, atau mengalami luka di lutut.

2. Stres yang dapat ditolerir

Stress ini lebih berbahaya dibandingkan stres positif tetapi tidak akan berlangsung lama. Stres ini juga dapat ditangani dengan keterlibatan orang dewasa yang peduli. Contohnya, saat kehilangan orang terkasih atau mengalami luka yang lebih serius. Stres jenis ini dapat ditangani dengan bantuan seseorang yang bisa bersikap tenang dan peduli, luka psikologis, dan luka pada sistem organ lainnya dapat terhindari.

3. Stres beracun

Stres yang tergolong beracun merupakan stres yang berbahaya. Penelitian menunjukkan perkembangan otak rentan terhadap efek yang merusak dari paparan hormon stres dan perubahan psikologis yang menyertainya. Efek negatif yang dihasilkan dapat terjadi kapan saja, bisa dari perkembangan janin hingga sepanjang masa kanak-kanak.

Stres beracun cenderung berlangsung lebih lama dan sangat berbahaya. Contoh yang mengakibatkan stres beracun adalah kekerasan dalam rumah tangga, asuhan dari orang dewasa yang memiliki penyakit mental, dan efek berkepanjangan dari kesulitan ekonomi.

Stres beracun juga dapat menyebabkan kerusakan pada struktur otak anak dan sistem organ lainnya. Bahkan, bisa menuju ranah genetik.

Selain itu stres beracun bisa juga meningkatkan risiko gangguan kognitif dan penyakit yang berhubungan dengan stres hingga dewasa. Jika stres beracun terus berlanjut dan semakin parah, sang anak akan tumbuh menjadi orang dewasa yang memiliki masalah seperti penyakit jantung, diabetes, depresi, kenakalan, penggunaan obat-obatan terlarang, dan kekerasan. Kabar baiknya, penelitian mengungkap bahwa keterlibatan orang dewasa yang suportif dan peduli pada perkembangan anak dapat mencegah efek merusak yang ditimbulkan oleh stres beracun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler