Kedatangan Umar bin Khattab Membuat Takjub Rakyat Yerusalem
Rakyat dan pemuka Yerusalem kagum kepada Umar bin Khattab.
REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Waktu Yerusalem berhasil dibebaskan oleh kaum Muslimin, pemuka-pemuka di sana bersedia untuk takluk. Namun, meminta supaya Khalifah Umar bin Khattab sendiri yang datang menerima pengakuan takluk itu.
Permintaan itu dikabulkan Umar bin Khattab. Umar pergi dari Madinah ke Yerusalem ditemani oleh seorang pelayan. Menempuh perjalanan ke Yerusalem, Umar mengendarai satu unta. Secara bergantian, ia dan pelayannya naik unta tersebut.
Saat hendak mencapai Yerusalem, Umar berjalan kaki karena saat itu giliran sang pelayan naik unta. Sang pelayan khalifah ini pun memaksa Umar saja yang naik unta. Dengan tegas ia menolak.
Seketika Umar datang, para pemuka-pemuka dan rakyat telah berbaris menunggu Umar di luar batas kota. Saat itu, seluruh penduduk Yerusalem melihat Umar datang dengan unta yang ditunggangi pelayannya. Semua orang takjub dan terkaget-kaget dengan pemandangan itu.
Mereka tidak menyangka Umar dengan pakaian sangat sederhana dan membiarkan untanya ditunggangi pelayannya adalah raja yang menaklukan kota Yerusalem.
Menurut Prof Hamka (Buya Hamka) dalam Sejarah Umat Islam, cara yang seperti ini menambah tunduk hati para pemuka-pemuka itu. Karena, sangat berbeda dengan kemegahan orang besar-besar Romawi yang menaklukkan negeri itu 700 tahun lamanya. Hati para pemuka itu telah renggang dengan pembesar-pembesar Romawi walaupun mereka seagama.
Saat bertemu dengan pemuka-pemuka di sana, terjadi sebuah kesepakatan.
Dalam kesepakatan, umat Kristen meminta Yahudi dilarang masuk Yerusalem dan Umar menyanggupinya. Umar pun menjamin keamanan dan keselamatan seluruh umat di Yerusalem, apa pun kepercayaan mereka.
Semua tempat suci umat Kristen dijaga dan tidak boleh dihancurkan. Setelah kesepakatan, kunci kota Yerusalem resmi diserahkan pada 637 M. Gerbang Yerusalem pun terbuka dan Khalifah Umar dijamu di Gereja Suci Sepulchre.
Saat di dalam, Umar ditawarkan untuk sholat. Umar menolak dengan alasan ia khawatir umat Islam nanti akan mengikutinya. Alih-alih, ia sholat di area selatan gereja yang kemudian menjadi Masjid Umar di Yerusalem.
Saat itu, Umar sedang menunjukkan arti toleransi dan kemenangan yang sesungguhnya. Kebesaran Islam menerangi jiwa kepemimpinan Umar hingga direfleksikan dari caranya memperlakukan wilayah taklukan.