New Normal, Wapres: Pesantren Lebih Aman dari Sekolah
Wapres menilai tingkat keamanan pesantren dari Covid-19 lebih baik dari sekolah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menilai penerapan tatanan norma baru atau new normal di pesantren lebih aman dibandingkan sekolah umum. Ia menerangkan, jika protokol kesehatan dijalankan secara benar sebagaimana aturan kenormalan baru, maka tingkat keamanan justru lebih baik di pesantren.
"Kalau menurut saya kalau kita bisa mengelolanya dengan baik, di pesantren itu lebih aman dibandingkan sekolah. Kalau sekolah itu kan bolak-balik, kalau masuk, pergi di jalan juga, di rumah juga, di sekolah juga," ujar Ma'ruf saat konferensi pers secara virtual dengan wartawan dari rumah dinas Wapres, Jakarta, Senin (8/6).
Wapres menyampaikan hal tersebut terkait adanya kekhawatiran tidak semua pesantren memiliki SDM dan infrastruktur yang memadai untuk mencegah penularan Covid-19 di masa new normal. Ma'ruf mengatakan, jika sejak awal dibukanya kegiatan, pesantren memastikan bebas dengan Covid-19, termasuk kepada para santri dan pengajarnya, maka tidak mudah virus masuk saat berlangsungnya kegiatan di pesantren.
Apalagi jika warga santri patuh berada di dalam pesantren dan tidak berinteraksi dengan pihak luar.
"Kemudian orang dari luar untuk menjenguk juga dibatasi dulu, sebenarnya pesantren lebih aman, tetapi memang harus disiapkan, jangan begitu datang tanpa ada pemeriksaan, ada tamu masuk. itu yang harus dijaga," katanya.
"Kalau itu dijaga sebenarnya jauh lebih aman dari sekolah, kalau sekolah itu kan bolak balik. kalau di pesantren kan ketika orang masuk semuanya sudah stay. tinggal melakukan pemeriksaan secara berkala supaya jangan sampai ada yang terkena," ujar Ma'ruf lagi.
Ma'ruf juga memastikan pemerintah akan membicarakan protokol kesehatan yang berlaku di pesantren dan persiapannya pada Rabu (10/6) lusa.
"Karena itu kita akan bantu pesantren, pemerintah akan menyiapkan untuk membantu pesantren, supaya sebelum santri masuk itu pesantren sudah disterilkan dulu, sudah aman dulu," ujar Ma'ruf
Ma'ruf mengatakan, nantinya santri-santri yang akan masuk kembali ke pesantren juga harus dipastikan bebas Covid. Karena itu, para santri harus menjalani pemeriksaan tes PCR sebelum masuk kembali ke pesantren.
Ma'ruf menekankan, yang terpenting baik santri maupun pengajar pesantren kembali memulai kegiatan harus menerapkan protokol kesehatan. Bahkan, jika perlu, ada aturan yang membatasi keluar masuk ke pesantren demi mencegah masuknya virus Covid-19.
"Demi menghindari bertemu dengan pihak lain kemudian juga bertemu supaya physical distancing-nya tidak dilanggar kemudian juga harus dibatasi orang dari luar untuk masuk, ini nanti akan kita rumuskan supaya benar benar sebelum masuk sudah steril, sudah masuk kemudian mereka sudah aman," ujarnya.
Sementara untuk pesantren yang sudah lebih dahulu menerapkan protokol kesehatan dan memulai new normal, maka akan diberi pendampingan oleh gugus tugas penanganan Covid-19 di wilayahnya masing-masing.
"Untuk kemudian dipandu dan caranya nanti akan dibicarakan seperti apa, supaya mereka yang berada di pesantren dilakukan pemeriksaan intenstif agar mereka tidak ada yang membawa Covid-19 ke dalam pesantren," katanya.
Ketua Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) Prof Dr Didin Hafidhuddin menuturkan, wacana dan kebijakan new normal di dunia pendidikan adalah salah satu tahapan new normal yang perlu diperhatikan secara seksama. Jika tidak, maka akan menjadi malapetaka baru bagi korban Covid-19 ini.
"Kita harus berkaca kepada Prancis dan Korea Selatan yang gagal menerapkan new normal di tengah pandemi yang belum landai, di mana anak-anak sekolah justru terpapar virus corona," kata dia dalam keterangan tertulis kepada Republika.co.id, Senin (8/6).
Didin menjelaskan, pesantren adalah salah satu model pendidikan Islam yang menggunakan manajemen asrama untuk mendidik santri (boarding). Model boarding ini meniscayakan santri tinggal di asrama selama 24 jam.
"Tidak seperti sekolah biasa yang hanya delapan jam di sekolah, selebihnya di rumah, maka pesantren memiliki tingkat interaksi yang sangat tinggi. Berbagai fasilitas pesantren seperti dapur, kamar tidur, kantin dan kamar mandi menjadi fasilitas yang digunakan secara massal," kata dia.
Karena itu, lanjut Didin, ketika terjadi wabah semisal sakit kulit, DBD, dan hepatitis, begitu cepat menular kepada santri lain. Bahkan pilek, batuk dan sakit mata juga bisa menular dengan cepat di kalangan santri karena interaksi intensif antara santri.
Didin juga mengingatkan, pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang memiliki jumlah santri yang cukup banyak. Ada beberapa pesantren yang memiliki santri diatas 1.000 orang. Bahkan ada pesantren yang menampung santri lebih dari 10 ribu orang.
"Sementara fakta angka jumlah pesantren di Indonesia yang terdata di Kementerian Agama sebanyak 28.194 pesantren yang menampung 5 juta santri berasrama dengan jumlah guru sebanyak 1,5 juta orang," tutur dia.