MRT Akui Ada Kebutuhan QR Code untuk Bayar Tiket
Saat ini, metode pembayaran non-tunai QR Code belum diterbitkan oleh MRT.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar mengatakan ada dorongan menggunakan "QR Code" sebagai metode pembayaran tiket selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. Ia menyebutkan, banyak pelanggan yang berminat menggunakan ini sebagai opsi pembayaran.
"Karena ini sangat fungsional sekalian untuk membayar tiket, tapi tidak ada kontak fisik antar penumpang dan petugas, jadi aman juga," kata William dalam paparannya di forum diskusi virtual bersama jurnalis di Jakarta, Kamis (11/6).
QR Code adalah kode matriks atau barcode dua dimensi yang berasal dari kata “Quick Response”. Saat digunakan isi kode dapat diuraikan dengan cepat dan tepat.
QR Code dikembangkan oleh Denso Wave, sebuah perusahaan Jepang yang dipublikasikan di tahun 1994. Dibandingkan dengan kode batang biasa, QR Code lebih mudah dibaca oleh pemindai dan mampu menyimpan data baik secara horizontal maupun vertikal.
Dia melanjutkan, saat ini metode pembayaran non-tunai QR Code belum diterbitkan secara resmi oleh MRT Jakarta. Namun, William mendorong metode itu karena dapat menjaga penumpang dan petugas tidak melakukan kontak fisik sesuai anjuran jarak fisik (physical distancing) untuk mengurangi potensi penyebaran Covid-19.
Langkah MRT Jakarta untuk mengurangi kontak fisik antarpenumpang dan petugas MRT adalah dengan menghentikan penjualan kartu "single trip" yang selama ini cukup banyak digunakan oleh masyarakat. "Kita tidak membuka lagi penjualan single trip karena untuk mengurangi paparan fisik dan interaksi antara penumpang dan staf kami," ujar William.
Wiliam juga mengatakan pembayaran nontunai juga diharapkan dapat diterapkan di toko-toko ritel dan kegiatan-kegiatan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang tersebar di stasiun-stasiun MRT Jakarta. Untuk menjaga kepercayaan penumpang terkait keamanan dan kebersihan di lingkungan MRT Jakarta, William mengatakan ada protokol khusus bernama 'Protokol Bangkit' selama layanan angkutan umum itu beroperasi berjalan beriringan dengan eranormal baru.
Protokol Bangkit itu terdiri dari penggunaan masker di lingkungan Stasiun MRT Jakarta, wajib berdiri sesuai garis batas antre, penumpang dilarang duduk di tempat bertanda silang, wajib berdiri di stiker khusus untuk area berdiri penumpang, hingga selalu menjaga jarak fisik.