Kematian Anak Tinggi, IDAI Nilai Sekolah Belum Siap Dibuka

IDAI ingin jika sekolah dibuka tidak mengandalkan rapid test, melainkan PCR test.

Antara/M Agung Rajasa
Dua anak menonton video belajar digital dari rumah di Bandung, Jawa Barat. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menilai pembukaan sekolah masih belum tepat dilakukan saat ini.
Rep: Arif Satrio Nugroho Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menilai pembukaan sekolah masih belum tepat dilakukan saat ini. Kesiapan protokol kesehatan hingga angka kematian anak di masa pandemi Covid-19 menjadi alasan utama. 

Baca Juga


Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Pulungan mengingtakn, kemampuan tes PCR Indonesia masih jauh di bawah negara lain seperti Korea Selatan, bahkan Pakistan. Indonesia masih terlalu mengandalkan rapid test yang sebenarnya tak sepenuhnya bisa untuk mendiagnosis Covid-19.

"Ini tentu jadi kendala ketika sekolah buka kita tidak siap. Saat ini banyak yang buka hanya andalkan rapid test. Kalau untuk anak, kita enggak mau hanya rapid, harus PCR," kata Aman saat menyampaikan paparan di DPR RI, Kamis (25/6).

Aman pun menyontohkan kasus kasus di luar negeri seperti di New South Wales saat pembukaan sekolah mulai dilakukan dengan pengawasan. Hasilnya, dari 15 sekolah ada 18 kasus ditemukan. 

Padahal, hasil uji PCR saat masuk sekolah negatif tapi kemudian tertular. "Yang jadi pertimbangan kita bukan anak aja terinfeksi kalo dia pulang ke rumah ada dewasa, lansia dan komorbid yang mungkin terinfeksi," kata dia. 

Karena itu, Aman mengingatkan apabila sekolah hendak dibuka, meski di zona hijau sekalipun, maka harus diperkirakan peningkatan kasus. "Kalau kita mau buka sekolah berarti kita harus perkirakan kasus akan meningkat, berapa perawatan ICU, dan kematian yang akan meningkat," kata dia. 

Angka kematian anak Indonesia di masa pandemi Covid-19 juga dinilai mengkhawatirkan. IDAI menghimpun data sejak Maret, pada saat status Pandemi Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi nasional dari dokter-dokter yang melakukan perawatan pada anak. 

Pada Mei lalu, jumlah anak yang positif Covid-19 di Indonesia mencapai 584 kasus. Sementara untuk jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) anak tercatat kurang lebih 3.400. 

Jumlah kasus konfirmasi positif anak yang meninggal pada mencapai 14 anak. Adapun PDP anak yang meninggal sebanyak 129. Hingga Juni ini, jumlah anak yang meninggal baik dengan status PDP maupun positif dipastikan naik mencapai ratusan.

"Jadi kalau kami lihat,  meninggal baik PDP maupun confirmed ini 200-an (meninggal), makanya kami bisa katakan untuk saat ini yang meninggal anak kita paling banyak di Asia bahkan mungkin di dunia saat ini untuk masa pandemi Covid-19, direct atau indirect," kata Aman.

Di Indonesia, diperkirakan ada 60 juta anak. "Bisa kita bayangkan berapa banyak potensi mereka tertular dan menularkan," kata Aman. 

Aman menambahkan, kondisi - kondisi meningkatnya mortalitas kasus anak meninggal menunjukkan belum terkendalinya Covid-19 di Indonesia. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler