Insentif dan Keluh Kesah Nakes Saat Pandemi Covid-19
Insentif untuk tenaga kesehatan tak kunjung diterima
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Biaya insentif yang seharusnya diperoleh para tenaga kesehatan (nakes) tak kunjung diterima sampai detik ini. Situasi tersebut turut dialami perawat di salah satu rumah sakit besar wilayah Jakarta Selatan. Sebut saja namanya Agung.
Agung berpendapat, keterlambatan pencairan insentif kemungkinan besar karena prosedur yang rumit dari pemerintah. Padahal proses ini seharusnya bisa dipercepat dan dipermudah di masa pandemi Covid-19.
"Yang dijanjikan Rp 7,5 juta, (tapi itu) belum tentu dapat Rp 7,5 juta per bulannya karena tergantung dari tempat bekerja dan berapa lama bertugas," kata Agung saat dihubungi Republika, Rabu (1/7).
Besaran insentif nakes sangat penting untuk menafkahi keluarga dan anak. Pasalnya, ia dan para nakes lainnya harus berhadapan langsung dengan pasien Covid-19. Agung khawatir bisa menginfeksi keluarganya akibat virus yang dibawa dari tempat kerja.
Kekhawatiran Agung semakin kuat di kala ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) mulai berkurang dengan kualitas seadanya. Ia pernah menggunakan pakaian kesehatan yang disterilisasi ulang untuk dipakai kembali. Padahal APD tersebut hanya bisa digunakan sekali sehingga membuatnya khawatir dapat terpapar Covid-19.
Selama bertugas di rumah sakit, Agung mengaku, mendapatkan berbagai pengalaman sulit. Pertama, terdapat pasien yang tidak teridentifikasi sejak awal. Ada pula keluarga yang tidak kooperatif dan salah paham terhadap nakes akibat termakan isu yang kurang valid.
"Misalnya, menganggap RS membisniskan kasus Covid dan mengambil untung," jelasnya.
Saat ini banyak rekan kerja Agung yang telah terpapar Covid-19. Itu artinya, jumlah personil yang mengurus pasien positif sudah tidak sesuai. Agung sendiri bertugas di Instalasi Gawat Darurat (IGD) sehingga jumlah pasien yang diurusnya tak menentu.
"Karena IGD enggak menentu, kadang sekali dinas hanya satu pasien, kadang kalau lagi full ya banyak pasiennya. Beda dengan ruang rawat inap yang biasanya sudah pasti," kata Agung.
Selain itu, rumah sakit sudah tidak lagi menyediakan asrama karantina karena lain hal. Kondisi itu menyebabkan Agung dan nakes lainnya harus pulang-pergi antara tempat kerja dan rumah. Agung biasanya melakukan tugasnya selama tujuh jam di waktu pagi dan sore sedangkan malam bisa mencapai 11 jam.
Agung berharap, pandemi Covid-19 di dunia terutama Indonesia segera berakhir. Dengan demikian, aktivitas masyarakat dapat berjalan normal kembali. Masyarakat dan tetangganya bisa berkomunikasi lagi dengannya seperti sebelum pandemi.
"(Karena saat ini) banyak yang jarang komunikasi karena masyarakat dan tetangga tahu profesi saya," katanya.