Wapres: Masjid Sentral Pembangunan Peradaban Islam
Wapres menyebut masjid sentral pembangunan peradaban Islam.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam upaya membangun peradaban Islam berbasis masjid, Wakil Presiden (Wapres) Ma'aruf Amin menyebut, masjid menjadi sentral pembangunan peradaban Islam. Pemikiran seperti ini bukanlah isapan jempol yang mengada-ada, karena mempunyai pijakan kuat dari aspek historis dan teoritik.
Dalam webinar nasional yang digelar Badan Pengelola Masjid Istiqlal (BPMI), Wapres mengatakan sebuah peradaban tidak bisa dipisahkan dari pelaku utamanya, yakni umat manusia.
"Apabila kita berbicara tentang peradaban Islam, mau tidak mau kita harus melihat kondisi umat Islam. Apakah kondisinya kuat sehingga mampu memunculkan peradabannya dan mewarnai sejarah, ataukah sebaliknya umat Islam tidak berdaya sehingga peradabannya dihegemoni oleh peradaban lain yang lebih kuat," ujarnya dalam seminar nasional bertemakan "Membangun Peradaban Islam Berbasis Masjid", Rabu (8/7).
Pergulatan saling berebut hegemoni antar suatu peradaban dengan peradaban lain merupakan sunnatullah yang selalu terjadi sepanjang zaman. Masyarakat yang lebih kuat peradabannya akan menghegemoni yang lebih lemah.
Hal ini juga disebutkan Allah SWT dalam QS Ali Imran ayat 140, "Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)...".
Rasulullah SAW merupakan teladan terbaik, uswah hasanah, dalam menjadikan masjid sebagai sentral pembangunan peradaban Islam. Setelah hijrah dari Makkah ke Madinah, hal pertama yang dilakukan adalah membangun masjid.
Di Masjid Nabawi, beliau mengajarkan syariat Islam, mengatur masalah kemasyarakatan. Di antaranya perihal politik, ekonomi, serta pertahanan atau keamanan.
Dalam waktu yang relatif singkat, sekitar 20-an tahun, Nabi Muhammad telah berhasil membentuk masyarakat baru yang kuat, yang disebut “ummat”. Kemudian, terbangun peradaban baru yang kuat yaitu peradaban Islam.
"Secara teoritik, masjid sangat potensial menjadi basis pembangunan peradaban Islam. Masjid dibangun di suatu Kawasan yang di sekitarnya merupakan komunitas Muslim," lanjutnya.
Pengaruh masjid, disebut seharusnya bisa menjangkau setiap wilayah di kawasan tersebut dan setiap kebutuhan jamaahnya. Masjid bisa menjadi pusat kegiatan umat Islam, baik dalam hal ibadah mahdhah ataupun ibadah ghairu mahdhah.
Ibadah mahdhah, seperti shalat, dzikir, belajar al-Quran (ta’limul quran), pengajian, serta majelis taklim, memang baiknua dilakukan di masjid. Hal itu karena ibadah yang dilakukan di masjid pahalanya lebih besar dibandingkan di tempat lain.
Namun demikian, masjid juga menjadi tempat yang tepat untuk melaksanakan ibadah ghairu mahdhah. Misalnya, penguatan dan pemberdayaan umat Islam (taqwiyah al-ummah), baik dalam hal pendidikan, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan.
"Masjid juga sangat potensial menjadi basis pemberdayaan ekonomi umat. Potensi ini dalam waktu yang cukup lama belum termanfaatkan secara baik," kata Ma'aruf Amin.
Pemahaman yang kurang tepat menjadi salah satu faktornya. Banyak yang berpikiran jika masjid harus dijauhkan dari aktifitas ekonomi.
Ma'arif Amin menyebut masih kuat pemahaman di tengah masyarakat jika aktifitas ekonomi yang dilakukan di masjid menjadi tidak berkah. Akibat dari pemahaman itu, banyak potensi masjid yang belum dioptimalkan, terutama dalam pemberdayaan ekonomi.
Salah satu cara yang bisa dilakukan dalam mendorong pemberdayaan ekonomi adalah dengan menjadikan jamaah masjid sebagai mata rantai ekonomi yang terintegrasi. Jamaah bisa menjadi konsumen, produsen, maupun pemilik dalam kegiatan ekonomi yang dibangun melalui masjid.
Model bisnis yang dikembangkan dapat menggunakan model berjamaah (sharing ekonomi) atau model koperasi. Model ini mendorong jamaah menanamkan saham, sekaligus menjadi marketnya. Dengan begitu, keuntungan yang didapat kembali kepada jamaah masjid itu sendiri.