Soal Pagar Laut, Kang Dedi Mulyadi: Sudah Kebaca ya

Dedi Mulyadi bertemu dengan Menteri ATR/BPN telusuri pagar laut Bekasi.

Edi Yusuf
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat terpilih Dedi Mulyadi mengungkapkan dirinya akan segera bertemu dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid untuk menelusuri asal muasal sertifikat di pagar laut Bekasi.

Baca Juga


"Untuk update-nya nanti saya akan bertemu dengan menteri ATR/BPN menelusuri asal muasal akhirnya sertifikat keluar," kata Dedi di Gedung Pakuan Bandung, kemarin.

Pun demikian, Dedi memiliki dugaan bahwa lahan tersebut mengalami alih fungsi dari awalnya merupakan tambak, namun tidak terurus ditambah tergenang oleh air laut yang naik.

"Menurut saya sudah kebaca ya, itu kan dulu pasti di situ adalah bekas tambak. Waktu tambak itu tanggul rob-nya seperti mangrovenya pasti dibabat, kemudian cemaranya pasti dibabat, kelapanya pasti dibabat, setelah tambak itu enggak diurus kemudian abrasi dan jadi laut," kata Dedi.

Lebih lanjut, Dedi juga mengatakan bahwa fenomena serupa sebelumnya pernah terjadi di Kabupaten Karawang.

"Dulu di Karawang tuh ada satu RW hilang dan kemudian jadi laut. Nah pada waktu tambak itu selesai, itu penggarapnya biasanya jual garapan. Kemudian garapannya dibeli, dan disertifikatkan. Itu sudah modelnya begitu," katanya.

 

Alih fungsi hingga muncul sertifikat, kata Dedi, bukan hanya terjadi di pesisir, tapi juga sering terjadi di kawasan hutan atau pegunungan, namun tanpa penyelesaian konkret.

"Semisal petani dikasih tanah garapan di gunung, tanah garapan dibebasin jadi sertifikat. Ini terjadi dan kemudian apa sikapnya," ucap dia.

Dedi mengatakan pihaknya akan melakukan kajian lebih lanjut terkait pagar laut di Bekasi, yang akan diselaraskan jika arah kebijakan dari Dinas Kelautan adalah membangun dermaga di kawasan tersebut.

"Enggak usah minta swasta kalau cuma Rp250 miliar sudah dibangun aja di tahun 2026 untuk dermaga oleh Pemprov. Kemudian nanti lihat itu kan ada perjanjian berapa tahun," ucapnya.

Dedi menyebutkan bahwa dalam pembangunan dermaga, sudah ada sumbangan Rp2,6 miliar ke kas daerah.

"Nanti kita lihat kalau perjanjian itu bertentangan dengan kepentingan umum, bertentangan dengan asas-asas kepatutan asas-asas keadilan apa tidak. Kalau ada, tidak salahnya kita evaluasi," tuturnya menambahkan.



Apresiasi MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi Menteri ATR/ BPN Nusron Wahid yang telah membatalkan 266 sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di area pagar laut yang tidak ada bidang tanahnya, alias SHGB dan SHM tanah ghaib.

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) MUI Bidang Hukum dan HAM, KH Ikhsan Abdullah mengatakan, sertifikat HGB dan SHM di atas laut yang dipagari di Kabupaten Tangerang dalam sepekan terakhir menjadi perdebatan publik. Sekarang Menteri ATR/BPN telah memulihkan kedaulatan negara atas kekuatan-kekuatan lain yang selama ini diduga telah mencengkram pejabat negara dan aparatur negara, yang selalu diposisikan lemah ketika berhadapan dengan kekuatan oligarki dan konglomerasi.

"Alhamdulillah negara tetap digdaya di atas kekuatan apapun yang merusak wibawa dan kedaulatan wilayah negara," kata Kiai Ikhsan kepada Republika, Rabu (22/1)

Wasekjen MUI Bidang Hukum dan HAM sangat berharap apa yang dilakukan oleh Kementerian ATR/ BPN dapat dilakukan juga oleh kementrian lainnya, berani menegakkan hukum (law enforcement) demi melindungi kepentingan rakyat dan menjaga kedaulatan wilayah negara.

"Ke depan harapan kami kepada Presiden Prabowo Subianto dan bapak Nusron Wahid agar terus berkenan membenahi administrasi pertanahan yang masih carut marut dan melanjutkan Policy Land Use Form atau tanah dipergunakan untuk kepentingan masyarakat," ujar Kiai Ikhsan.

 

Kiai Ikhsan menegaskan, Policy Land Use Form penting agar semua tanah yang dikuasai negara dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya demi untuk kemakmuran rakyat sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3). Yaitu bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ia menegaskan, kepemilikan, penguasaan dan pengelolaan hak atas tanah dan ruang angkasa harus dibatasi sesuai UU Nomor 5 Tahun 1960 (UU PA No 5 1960) beserta perangkat PP-nya.

"Tujuannya demi menghindari monopoli atau penguasaan lahan dan pertanahan yang tak terbatas yang dilakukan oleh segelintir orang atau pengusaha atau kelompok pengusaha tertentu saja," ujar Kiai Ikhsan.

Sebelumnya, diungkapkan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid bahwa ada 263 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) pagar laut di perairan Tangerang merupakan milik perusahaan hingga perorangan.

Menteri ATR/ BPN mengungkapkan bahwa sertifikat HGB atas nama PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, atas nama PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang, dan atas nama perorangan sebanyak sembilan bidang.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler