Pelapor PBB Minta India Selidiki Pembunuhan Muslim Kashmir

Pelapor PBB menyebut sejumlah Muslim di Kashmir diduga disiksa dan dibunuh

EPA-EFE/REHAN KHAN
Pendukung organisasi Forum Kashmir Dunia memegang plakat dan meneriakkan slogan-slogan selama protes menentang kekerasan di India yang dikelola Kashmir, di Karachi, Pakistan, 07 Juli 2020. India dan Pakistan telah terlibat dalam tiga perang, dua di antaranya atas wilayah Kashmir yang disengketakan, dan beberapa konflik kecil sejak kemerdekaan mereka dari pemerintahan Inggris pada tahun 1947.
Rep: Kamran Dikarma Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Empat pelapor khusus PBB telah meminta Pemerintah India menyelidiki dugaan penyiksaan dan pembunuhan sejumlah pria Muslim di Jammu-Kashmir sejak Januari 2019. Mereka pun menyatakan kekhawatiran atas kondisi hak asasi manusia (HAM) di wilayah tersebut.

Baca Juga


Dalam sebuah surat tertanggal 4 Mei yang dipublikasikan Komisi Tinggi HAM PBB pekan ini, para pelapor khusus menyoroti memburuknya kondisi HAM di Jammu-Kashmir di bawah India. “Kami tetap sangat prihatin dengan pelanggaran HAM yang sedang berlangsung,” kata mereka, dikutip laman Anadolu Agency, Rabu (8/7). 

Para pelapor khusus menyerukan India melakukan penyelidikan yang tak memihak terhadap semua tudingan pembunuhan sewenang-wenang dan penyiksaan serta menuntut para tersangka. “Kami menyatakan keprihatinan serius terhadap dugaan pengunaan kekuatan yang berlebihan, penyiksaan dan bentuk-bentuk perlakuan sewenang-wenang lainnya yang dilaporkan dilakukan selama penangkapan dan penahanan serta kematian dalam tahanan dari orang-orang,” ujar mereka.

Pelapor khusus PBB mengaku telah menerima puluhan laporan kasus penyiksaan. “Mereka (para korban) tampaknya menjadi target berdasarkan etnis dan atau identitas agama mereka,” kata mereka.

Penyiksaan setidaknya telah menyebabkan empat kematian. Salah satu korban adalah Rizwan Pandit, seorang guru berusia 29 tahun yang meninggal dalam tahanan polisi pada 19 Maret tahun lalu. Laporan autopsi Pandit menyebut dia meninggal akibat pendarahan yang ditimbulkan oleh beberapa luka. “Dia diduga memiliki tanda penyiksaan di jasadnya, tapi laporan autopsi tidak pernah dipublikasikan,” kata para pelapor khusus PBB.

Para pejabat PBB mengatakan India tidak membalas laporan dalam jangka waktu 60 hari yang berakhir bulan ini. Mereka pun menyatakan penyesalan atas diabaikannya surat yang dua kali dikirim ke India, yakni pada 16 Agustus 2019 dan 27 Februari tahun ini. 

Kashmir sempat dibekap ketegangan saat India mencabut status khusus wilayah tersebut pada 5 Agustus 2019. Masyarakat memprotes, kemudian menggelar aksi demonstrasi di beberapa daerah. Mereka menolak status khusus dicabut karena khawatir dapat mengubah komposisi demografis di sana. Kashmir merupakan satu-satunya wilayah di India yang dihuni mayoritas Muslim. Guna menangani kelompok demonstran, India mengerahkan pasukannya ke wilayah tersebut. Jaringan televisi dan telekomunikasi, termasuk internet, diputus. Tak hanya itu, India pun mendirikan pos jaga serta memberlakukan jam malam. Kashmir sempat diisolasi dari dunia luar. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler