100 Diplomat AS Terbang ke China
Para diplomat itu akan menjalankan tugas diplomatik di tengah ketegangan kedua negara
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Lebih dari 100 diplomat Amerika Serikat (AS) beserta anggota keluarga mereka kembali terbang ke China pada Rabu (15/7). Mereka akan kembali menjalankan tugas diplomatik di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua negara.
Sebuah pesawat charter meninggalkan bandara Dulles di luar Washington menuju ke ibu kota Korea Selatan, Seoul. Dari Seoul, para diplomat akan melanjutkan penerbangan ke Guangzhou Cjina dengan pesawat khusus yang telah dilengkapi oleh peralatan medis. Ini adalah penerbangan kedua yang mengangkut para diplomat untuk kembali bertugas ke China.
Sebanyak lebih dari 1.200 diplomat AS harus diterbangkan ke China untuk memulai misi diplomatik mereka. Sebuah email dari Departemen Luar Negeri yang dilihat oleh Reuters mengatakan, pemerintah sedang mengatur penerbangan lainnya untuk mengembalikan para diplomat ke China.
"Bagi mereka yang masih menunggu untuk kembali, kami sedang dalam proses mendapatkan persetujuan dari Departemen untuk selanjutnya terbang ke Guangzhou, Shanghai, dan Tianjin / Beijing dalam beberapa minggu mendatang. Karena peraturan China, penerbangan ini akan dibatasi hingga maksimal 120 penumpang," ujar pernyataan dalam email tersebut.
Washington dan Beijing telah bernegosiasi selama berminggu-minggu untuk membahas persyaratan terkait kembalinya para diplomat AS, serta frekuensi penerbangan. Departemen Luar Negeri secara internal mengatakan kepada stafnya bahwa mereka menerima jaminan dari otoritas China para orang tua tidak akan dipisahkan dari anak-anak mereka, jika dinyatakan positif Covid-19.
Berdasarkan email internal mengatakan bahwa, orang dewasa dan anak-anak dari segala usia harus menjalani tes swab ketika tiba di China. Para diplomat mengatakan setuju untuk diuji.
Hubungan antara Washington dan Beijing telah memburuk ke level terendah dalam beberapa dekade. Hal ini disebabkan oleh sejumlah masalah termasuk penanganan China terhadap pandemi virus Corona, perdagangan bilateral, dan undang-undang keamanan baru untuk Hong Kong.