Pemkot Solo Pertimbangkan Karantina Lokal

Dalam dua hari terakhir terjadi lonjakan Covid-19 di Solo

ANTARA/Mohammad Ayudha
Walikota Sol FX. Hadi Rudyatmo memeriksa ruang isolasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bung Karno, Solo, Jawa Tengah, Jumat (27/3/2020)
Rep: Binti Sholikah Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO - Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, mengatakan sedang pertimbangkan opsi karantina lokal setelah jumlah kasus Covid-19 di Kota Solo mengalami lonjakan terutama dalam dua hari terakhir. Pada Selasa (14/7) tercatat penambahan 18 kasus baru, kemudian pada Rabu (15/7) ada penambahan 29 kasus baru.

Penambahan kasus tersebut terbagi menjadi beberapa klaster, meliputi klaster pedagang tahu kupat, klaster Pasar Harjodaksino, klaster Penumping-Karangasem, dan klaster tenaga kesehatan RSUD dr Moewardi. Selain itu, ada kasus pengembangan dari penelusuran dan kasus mandiri.

Menurutnya, karantina wilayah hanya bisa menyasar lingkungan RT/RW, bukan seluruh wilayah kelurahan karena terlalu luas. Meski demikian, karantina seluruh kelurahan bisa dilakukan dengan syarat jumlah kasusnya sangat tinggi. Saat ini Pemkot memetakan wilayah yang akan dilakukan karantina wilayah.

"Kelurahan Jebres, Mojosongo, dan Purwosari nanti akan kami cek, gabungan RT/RW diisolasi agar tidak menyebar virusnya," terang Rudyatmo kepada wartawan, Kamis (16/7).

Wali Kota menyatakan, Pemkot sudah pernah melakukan kebijakan karantina wilayah di Kelurahan Joyotakan saat terdapat klaster penyebaran Covid-19 di wilayah tersebut. Karantina wilayah di Joyotakan dinilai berhasil karena enam orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 dinyatakan sembuh. Selain itu, rantai penyebaran Covid-19 di Joyotakan terputus. Selain itu, juga dilakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) untuk mendukung keberhasilan karantina wilayah.

"Tapi, kegiatan yang paling penting untuk mengiringi karantina itu, ya, tracing yang dilanjutkan uji swab untuk kontak erat dan kontak dekatnya," imbuh Wali Kota.

Dia menyebut, munculnya klaster-klaster baru itu tidak semuanya murni transmisi lokal. Salah satunya Kluster Penumping-Karangasem yang merupakan pengembangan dari pasien anak asal Semarang yang berkunjung ke Solo.

"Kasus impor kemudian berkembang menjadi lokal merupakan risiko karena Solo menjadi simpul titik sentral enam kabupaten/kota di sekitarnya. Belum lagi dari kota besar lain. Tidak mungkin lockdown kota seluruhnya. Terlalu besar," ungkap Rudyatmo.

Karenanya, Wali Kota menekankan pentingnya kesadaran masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan agar klaster-klaster penyebaran Covid-19 tidak bertambah. Selain itu, Gugus Tugas terus menolak memberikan izin kegiatan yang kemungkinan mendatangkan kerumunan, misalnya, hajatan di rumah, ijab kabul di rumah, dan kegiatan lainnya.


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler