FSGI: Siswa di Jatim tak Naik Kelas karena Terkendala PJJ
FSGI menegaskan langkah tidak menaikkan siswa telah melanggar aturan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengkritik keputusan guru dan kepala sekolah SMA Negeri 2 Nganjuk, Jawa Timur yang tidak menaikan seorang siswa karena terkendala Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). FSGI menegaskan langkah tersebut telah melanggar aturan.
"Bagi FSGI tindakan oknum guru dan kepala sekolah ini telah melanggar Pasal 5 huruf a, b, dan c Permendikbud No 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian," kata Wakil Sekretaris Jendral FSGI Satriwan Salim saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (16/7).
Dia menegaskan, dalam permendikbud tertulis jelas bahwa prinsip penilaian oleh pendidik wajib dilakukan secara sahih, objektif dan adil. Dia menilai dalam kejadian ini, oknum guru dan kepala sekolah telah berlaku sebaliknya.
Dia mengatakan, guru dan sekolah seharusnya tidak diskriminatif terhadap siswa akibat PJJ yang telah berjalan lebih dari tiga bulan ini. Dia melanjutkan, banyak siswa yang mengalami kendala perangkat gawai dan laptop sehingga tidak maksimal dalam mengikuti PJJ.
Dia mengungkapkan, pelaksanaan PJJ kerap mendapat kendala dari faktor kerusakan perangkat, keterbatasan kuota, masalah sinyal dan hambatan teknis lainnya. Ia mengatakan, sekolah seharusnya bersikap bijak dan tidak bertindak semaunya sebab sekolah adalah entitas pendidikan bukan perusahaan.
"Kepala Sekolah adalah guru yang seharusnya memberi teladan sebagai pemimpin, bukan pemilik perusahaan," kata Satriwan lagi.
Sebelumnya, FSGI mengaku mendapat laporan dari orang tua murid di SMA Negeri 2 Nganjuk terkait anaknya yang gagal naik kelas akibat terkendala PJJ. Siswa berinisial RVR itu memperoleh nilai 0 (kosong) untuk dalam Penilaian Akhir Tahun (PAT) di lima mata pelajaran.
Akibatnya, nilai rapor akhir siswa yang duduk di kelas X SMA itu tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebagai prasyarat naik kelas. Satriawan mengatakan, berdasarkan keterangan ibunya, RVR tidak bisa mengikuti Ujian PAT kenaikan kelas sesuai jadwal karena mengalami kerusakan laptop.
RVR kemudian tidak diberikan ujian PAT susulan dari gurunya atas perintah kepala sekolah. FSGI menilai RVR telah diperlakukan diskriminatif oleh oknum guru dan kepala sekolah. Satriawan mengungkapkan, guru dan kepala sekolah bahkan menolak untuk menemui orang tua RVR saat didatangi.