OJK Tangani 14 BPR di NTB yang akan Merger

14 BPR yang akan merger tersebut terdiri atas empat kelompok.

Pixabay
Ilustrasi Merger Perusahaan
Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nusa Tenggara Barat menangani sebanyak 14 bank perkreditan rakyat (BPR) yang akan melakukan penggabungan (merger). Merger tersebut sesuai keinginan pemegang saham agar bisa memenuhi syarat modal inti yang ditetapkan oleh OJK.

Kepala OJK NTB, Farid Faletehandi Mataram, Selasa (21/7) mengatakan, sebanyak 14 BPR yang akan merger tersebut terdiri atas empat kelompok, yakni delapan BPR milik Pemerintah Daerah NTB yang akan dikonsolidasi menjadi satu perusahaan.

Selain itu, penggabungan BPR Segara Anak Kencana dengan BPR Bima Abdi Swadaya, penggabungan BPR Kabalong Abdi Swadaya Sumbawa dengan BPR Samas, dan penggabungan BPR Tanjung Abdi Swadaya dengan BPR Dana Master Surya.

"Dari empat kelompok tersebut, secara progres hampir sama. Mereka sedang membuat rancangan merger. Dan pada prinsipnya, kami sudah sering sosialisasi secara umum, sehingga tidak ada masalah sampai saat ini," katanya.

Farid mengatakan delapan BPR milik pemerintah daerah akan digabung menjadi satu perusahaan sesuai dengan keinginan dari Pemerintah Provinsi NTB, dan delapan pemerintah kabupaten/kota yang menjadi pemilik saham.

Sementara enam BPR swasta akan melakukan merger agar bisa memenuhi syarat modal minimum sebesar Rp3 miliar hingga akhir 2019, dan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar paling lambat 31 Desember 2024. Hal itu sudah diatur dalam Peraturan OJK (POJK) 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemudahan Modal Inti Minimum BPR.

OJK NTB, kata dia, sudah meminta seluruh pengurus BPR yang akan merger untuk menyiapkan tiga hal utama, yakni infrastruktur teknologi informasi, sumber daya manusia, dan kesiapan legalitas perusahaan dilengkapi dengan dokumen rapat umum pemegang saham (RUPS).

"Khusus untuk merger delapan BPR NTB, harus RUPS dulu. Kalau enam BPR lainnya relatif sudah siap, tinggal dari sisi infrastrukturnya. Kebetulan seluruh BPR yang akan merger menggunakan ahli teknologi informasi dari Jawa Barat, dan kami sudah surati vendor tersebut," ujarnya.

Selain akan memperkuat modal inti, menurut Farid, penggabungan BPR tersebut juga akan memperkuat posisi perusahaan terutama dalam menghadapi berbagai resiko bisnis. Misalnya, ketika terjadi kredit bermasalah dan tindakan curang oleh oknum internal perusahaan atau kelompok tertentu.

"Sejauh ini, seluruh BPR yang akan melakukan merger masih tergolong sehat. Hanya saja persentase kredit bermasalah mencapai lebih dari lima persen atau di atas ketentuan otoritas," katanya.


Baca Juga


sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler