Kisah Pilot yang Selamat dari Covid-19 di Vietnam

Stephen Cameron masih berjuang melawan dampak sisa dari Covid-19.

EPA
Pilot Inggris Stephen Cameron dalam perjalanan keluar dari rumah sakit ke bandara untuk meninggalkan Vietnam, di rumah sakit Cho Ray, di Kota Ho Chi Minh, pada 11 Juli 2020.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Stephen Cameron terinfeksi virus corona jenis baru penyebab Covid-19 saat berada di Vietnam. Pilot asal Skotlandia itu sampai menjalani perawatan dengan menggunakan alat bantu ventilator di sebuah rumah sakit di Vietnam untuk bisa bertahan hidup.

Cameron pun memperingatkan orang-orang agar tidak bersikap ceroboh. Secara khusus, ia memberi peringatan terhadap warga Inggris dan negara-negara sekitarnya, yang saat ini telah merasa bebas karena aturan pembatasan berupa karantina wilayah (lockdown) telah dicabut.

Baca Juga



“Saya adalah contoh nyata dari apa yang dapat dilakukan virus ini dan seberapa seriusnya," ujar Cameron kepada BBC, seperti dilansir situs berita tersebut pada Selasa (28/7).

Cameron sempat terpikir akan kehilangan nyawa sebelum dapat tiba di Skotlandia. Pria berusia 42 tahun itu memuji Vietnam atas langkah-langkah ketat yang diterapkan selama pandemi Covid-19 terjadi, sehingga sukses menghadapi situasi krisis.

Menurut Cameron, NHS (Layanan Kesehatan Nasional Inggris) tidak dapat mengatasi gelombang orang yang membutuhkan jumlah perawatan dan dukungan hidup seperti yang dibutuhkannya selama dirawat di Vietnam. Ia telah menghabiskan waktu selama 68 hari dengen ventilator saat berjuang melawan Covid-19.

Bahkan, Cameron juga sempat menggunakan mesin Ecmo, alat yang biasanya digunakan untuk menyelamatkan nyawa pasien dalam kasus-kasus yang paling ekstrem. Ia mengaku diberitahukan bahwa dirinya menjadi orang dengan sakit paling parah di Asia untuk suatu periode.

Manish Patel, konsultan pernapasan yang bertanggung jawab atas perawatan Cameron sejak kembali ke Skotlandia pada 12 Juli lalu mengatakan bahwa hal itu luar biasa. Bagaimanapun, Cameron bisa bertahan begitu lama dalam keadaan koma yang diinduksi secara medis.

"Kami tidak memiliki banyak pengalaman tentang orang yang menggunakan ventilator selama lebih dari satu setengah bulan," jelas Patel.

Menurut data dari Scottish Intensive Care Society, tiga perempat pasien Covid-19 tetap dirawat intensif di bawah 21 hari dan diberikan ventilator untuk periode waktu yang bahkan lebih singkat. Cameron dilaporkan menghindari transplantasi paru ganda ketika kapasitas parunya turun hingga 10 persen. 

Selain itu, Cameron juga mengalami beberapa kegagalan organ. Dia pun kehilangan hingga 30 kilogram bobot tubuhnya saat koma.

"Ketika saya pertama kali bangun, saya berpikir, apakah saya bisa berjalan lagi? Saya tidak tahu apakah akan lumpuh seumur hidup karena aku tidak bisa merasakan kaki dan tidak yakin apakah itu adalah akhir dari karier pekerjaan saya di penerbangan," jelas Cameron.

Saat ini, Cameron masih berjuang untuk berjalan dan menjalani rehabilitasi yang ekstensif. Ia berharap pada awal tahun depan dapat kembali bekerja, meski kemungkinan hal ini sulit, mengingat dampak buruk pandemi Covid-19 industri penerbangan di seluruh dunia.

Menteri Luar Negeri Dominic Raab telah berterima kasih kepada mitranya di Vietnam, Menteri Luar Negeri Pham Binh Minh atas perawatan yang diberikan terhadap 20 pasien Covid-19 asal negara itu, termasuk Cameron. Sebelumnya, Cameron dilaporkan telah hampir kehilangan nyawa.

Upaya untuk membuatnya tetap hidup dan menghindari satu kematian akibat virus di Vietnam mengartikan semua dokter unit perawatan intensif (ICU) terbaik di negara berpenduduk 95 juta orang itu terlibat dalam perawatannya. Kisah Cameron menjadi berita utama di surat kabar nasional dan kerap disiarkan di televisi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler