Bio Farma Bahas Vaksin Sinovac dengan LPPOM MUI

LPPOM MUI dan Bio Farma bahas vaksin Sinovac.

Antara/M Agung Rajasa
Bio Farma Bahas Vaksin Sinovac dengan LPPOM MUI. Foto ilustrasi: Petugas kesehatan menunjukan vaksin saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/8/2020). Simulasi tersebut dilakukan untuk melihat kesiapan tenaga medis dalam penanganan dan pengujian klinis tahap III vaksin COVID-19 produksi Sinovac kepada 1.620 relawan.
Rep: Rr Laeny Sulistyawati Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Penghasil Vaksin Bio Farma terus menjalin komunikasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) terkait vaksin corona SARS-CoV2 (Covid-19) Sinovac yang kini tengah diuji klinis. Usai uji klinis dan dinyatakan berhasil, Bio Farma berkomitmen mendaftarkan sertifikasi halal vaksin ini ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Head of Corporate Communication PT Bio Farma (Persero) Iwan Setiawan mengaku, terkait kehalalan vaksin, pihaknya menerapkan halal assurance system (HAS) dalam produksi setiap vaksin. Kendati demikian, pihaknya belum mendaftarkan sertifikasi vaksin ke BPJH karena belum diproduksi.

"Vaksinnya belum ada karena masih proses uji klinis," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (6/8).

Kendati demikian, Iwan mengaku pihaknya terus menjalin komunikasi dengan LPPOM MUI karena Bio Farma mengaku menaruh perhatian besar terkait kehalalan produk yang dihasilkan. Karena itu, ia menyebut begitu uji klinis selesai dilakukan pada Januari atau Februari 2021, maka pihaknya segera mendaftarkan sertifikasi ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk keamanan produk dan BPJH.

Baca Juga


Ia menyebutkan, alur pendaftaran yaitu ke BPOM, setelah dinyatakan lolos kemudian ke BPJH untuk mendapatkan sertifikasi halal. Kemudian, dia melanjutkan, LPPOM MUI yang melakukan penilaian. Ia menjelaskan, vaksin ini berasal dari bahan baku 100 persen impor dari China kemudian bentuknya yang masih setengah jadi dan berupa bibit inilah yang diproses di Indonesia dan komposisi vaksin ini yang diperiksa.

"Nah, ini harus dipastikan semua bahan baku yang dipakai ada sertifikat halalnya. Tetapi tidak semua produsen mau terbuka (asal bahan baku vaksin) padahal kami impor dari beberapa pihak, makanya ini jadi kendala," ujarnya.

Padahal, ia menambahkan, pihak LPPOM MUI mengaudit asal setiap bahan atau komposisi vaksin. Ia menambahkan, jika ada bahan baku yang telah mendapatkan sertifikasi halal dari otoritas setempat maka harus tetap menjalani pengujian LPPOM MUI atau sertifikasi di negara asal telah diakui LPPOM MUI. Jika semua bahan baku sudah memiliki sertifikat kemudian dinyatakan lolos LPPOM MUI, sertifikat halal. Dia menambahkan, proses keluarnya sertifikat halal vaksin ini tidak membutuhkan waktu lama yaitu antara satu hingga tiga bulan.

"Kemudian, otoritas yang berhak menyatakan halal dan haram vaksin adalah Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler