Waketum MUI Tanggapi Hubungan Diplomatik UEA-Israel
UEA-Israel menormalisasi hubungan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyidin Junaidi menyampaikan pandangan terkait normalisasi hubungan antara Uni Emirat Arab dan Israel. Pandangan ini dia sampaikan dalam agenda webinar tentang normalisasi hubungan UEA dan Israel yang diselenggarakan oleh Minbar Al Aqsa international.
Muhyidin dalam kesempatan itu mengingatkan, Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang didirikan pada 1969 dan kini beranggotakan 57 negara memiliki tujuan utama yaitu membebaskan Jerussalam dan Al-Aqsa dari kekuasaan Israel.
"Kesepakatan dasar lainnya dalam konferensi OKI adalah embargo terhadap Israel secara menyeluruh agar negara tersebut tunduk kepada resolusi DK PBB," kata dia dalam keterangan tertulis, Selasa (18/8).
Lebih lanjut, Muhyidin menuturkan, AS dan sekutunya harus menghentikan dukungan kepada Israel. Dengan sikap ganda AS, Israel semakin durjana terhadap Palestina. Dia juga menyampaikan agar negara Arab yang sudah punya hubungan diplomatik dengan Israel dikeluarkan saja dari OKI demi menjaga soliditas perjuangan.
Bagi Muhyidin, menjalin hubungan diplomatik dengan Israel adalah sebuah pengkhianatan nyata dan provokatif terhadap perjuangan bangsa Palestina dan umat Islam dunia serta kesepakatan atau konvesi OKI. Bahkan kebijakan tersebut akan memperlemah posisi tawar umat islam.
"Masalah Palestina hanya bisa diselesaikan oleh bangsa Palestina, maka harus ada rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah. Ini sangat urgen agar perjuangan melawan Israel bisa membuahkan hasill," ujarnya.
Menurut Muhyidin, negara Arab yang sudah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel ternyata tak mampu memberikan tekanan terhadap kebijakan zalim Israel. Karenanya, ia mengatakan, hal itu hanya jebakan batman Yahudi.
"Penerapan embargo terhadap Israel sesuai dengan hasil extra ordinary meeting OIC di Jakarta tahun 2017, menjadi sangat relevan agar Israel patuh dan menghentikan genosidanya," ungkapnya.