AS Izinkan Plasma Darah Jadi Obat Covid-19 untuk Darurat
Belum ada bukti meyakinkan keberhasilan plasma darah jadi obat pasien Covid-19
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Badan Pengawas Obat & Makanan Amerika Serikat (AS) (FDA) mengatakan pihaknya mengizinkan penggunaan plasma darah dari pasien yang telah pulih dari Covid-19 sebagai pengobatan untuk penyakit tersebut. FDA menyebut itu adalah otorisasi penggunaan darurat.
FDA mengatakan, bukti awal menunjukkan plasma darah dapat menurunkan angka kematian dan meningkatkan kesehatan pasien ketika diberikan dalam tiga hari pertama perawatan di rumah sakit. Namun, belum jelas apa dampak langsung dari keputusan itu.
"Tampaknya produk ini aman dan kami merasa yakin, dan kami terus melihat sinyal keselamatan," ujar Peter Marks, direktur Pusat Evaluasi dan Penelitian Biologi FDA.
FDA juga mengatakan telah menetapkan langkah itu dengan pendekatan yang aman dalam analisis terhadap 20 ribu pasien yang menerima perawatan. Sejauh ini, 70 ribu pasien telah dirawat menggunakan plasma darah.
Pasien yang paling diuntungkan dari perawatan itu adalah mereka yang berusia di bawah 80 tahun dan tidak menggunakan alat bantu pernapasan. Pasien tersebut memiliki tingkat kelangsungan hidup 35 persen lebih baik sebulan setelah menerima pengobatan.
Direktur FDA Stephen Hahn mengatakan Presiden Donald Trump belum berbicara dengannya atau agensi dan tidak berperan dalam keputusannya untuk membuat pengumuman pada Ahad. Sebelumnya, Trump mengatakan kepada wartawan bahwa terapi tersebut menunjukkan tingkat keberhasilan yang luar biasa dan akan menyelamatkan banyak nyawa. Trump juga menegaskan bahwa ini jauh lebih ampuh daripada imbauan protokol kesehatan yang didesak oleh pihak pejabat kesehatan AS.
Plasma darah yang diambil dari pasien yang telah pulih dari virus corona dan kaya akan antibodi dapat memberikan manfaat bagi mereka yang berjuang melawan penyakit tersebut. Kendati demikian, bukti sejauh ini belum meyakinkan tentang apakah itu berhasil, kapan harus memberikannya dan dosis apa yang diperlukan.
"Plasma pemulihan Covid-19 tidak boleh dianggap sebagai standar perawatan baru untuk pengobatan pasien dengan Covid-19. Data tambahan akan diperoleh dari analisis lain dan uji klinis terkontrol dengan baik yang sedang berlangsung dalam beberapa bulan mendatang," ujar kepala ilmuwan FDA, Denise Hinton.