AS Sanksi Dua Tokoh Mahkamah Pidana Internasional
Sanksi dijatuhkan karena Mahkamah Pidana menyelidiki dugaan kejahatan perang AS
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Pemerintah Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi kepada jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Fatou Bensouda. Langkah itu diambil karena keputusannya menyelidiki kasus dugaan kejahatan perang yang melibatkan pasukan AS di Afghanistan.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengungkapkan, selain Bensouda, sanksi pun dijatuhkan kepasa Kepala Divisi Yurisdiksi, Komplementaritas, dan Kerja Sama ICC Phakiso Mochochoko. “Hari ini kami mengambil langkah berikutnya, karena ICC terus menargetkan Amerika,” kata Pompeo pada Rabu (2/9).
Sanksi terhadap mereka dapat berupa pembekuan aset dan larangan perjalanan. Menurut Pompeo, individu serta entitas yang terus mendukung Bensouda dan Mochochoko secara material berisiko dikenai sanksi serupa.
ICC telah mengkritik dan memprotes langkah AS. Menurut mereka penerapan sanksi itu merupakan upaya lain untuk mengganggu independensi peradilan dan penuntutan pengadilan. “Tindakan koersif ini, yang diarahkan pada lembaga peradilan internasional dan pegawai sipilnya, belum pernah terjadi sebelumnya dan merupakan serangan serius terhadap pengadilan, sistem peradilan pidana internasional Statua Roma, dan supremasi hukum secara lebih umum,” kata ICC.
Direktur peradilan internasional di Human Rights Watch Richard Dicker mengatakan penerapan sanksi terhadap dua pegawai vital ICC merupakan penyimpangan AS yang menakjubkan. “Pemerintahan (Presiden AS Donald) Trump telah memutabalikkan sanksi ini untuk menghalangi keadilan, tidak hanya untuk korban kejahatan perang tertentu, tapi untuk korban kekejaman di mana pun yang mencari keadilan di ICC,” ujarnya.
Pada Maret, ICC telah memberi izin kepada Bensouda untuk menyelidiki apakah kejahatan perang dilakukan di Afghanistan oleh Taliban, militer Afghanistan, dan pasukan AS. Tahun lalu, AS mencabut visa masuk Bensouda atas kemungkinan penyelidikan Afghanistan.
Namun, berdasarkan kesepakatan antara PBB dan AS, Bensouda tetap dapat melakukan perjalanan secara teratur ke New York untuk memberi pengarahan kepada Dewan Keamanan PBB. Pada momen itu, Bensouda biasanya menjelaskan kasus-kasus yang dirujuk ke pengadilan di Den Haag.