Wapres: Pancasila tidak Boleh Diganti dengan Ideologi Lain
Wapres menegaskan Pancasila adalah hasil kesepakatan nasional pada pendiri bangsa.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan Pancasila adalah hasil kesepakatan nasional pada pendiri bangsa. Karena itu, tidak boleh ada ideologi lain yang menggantikan.
"Begitu juga dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak boleh diganti dengan sistem yang lain, karena upaya penggantian tersebut berarti menyalahi kesepakatan nasional," ujar Ma'ruf saat membuka simposium nasional Studi dan Relasi Lintas Agama Berparadigma Pancasila, Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin, Serang, Banten, secara virtual, Kamis (10/9).
Ia mengatakan, selama perjalanan bangsa Indonesia sejak Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, banyak pihak yang berupaya mempertentangkan antara Pancasila dengan ajaran agama. Bahkan, upaya itu masih terus terjadi hingga saat ini.
"Sampai saat ini pun upaya-upaya seperti itu masih terus terjadi. Saya berkeyakinan insya Allah upaya-upaya tersebut tidak akan pernah berhasil," ujar Ma'ruf.
Ma'ruf berkeyakinan upaya mempertentangkan Pancasila dengan agama tidak akan berhasil. Sebab, Pancasila tidak bertentangan dengan nilai agama.
Ia mengatakan, nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan turunan dari ajaran agama. Selain itu, Pancasila juga sudah menjadi kesepakatan nasional.
Karena itu, orang yang mempertentangkan Pancasila dan agama adalah orang yang salah paham. "Orang yang masih mempertentangkan antara Pancasila dan agama adalah termasuk yang mis-persepsi. Bisa saja mis-persepsi dari pemahaman agamanya atau dari pemahaman Pancasilanya," ujar Ma'ruf.
Ia melanjutkan, Pancasila mengandung nilai-nilai kuat untuk menjaga kerukunan bermasyarakat dan kehidupan umat beragama. Selama ini Pancasila sudah terbukti mampu menjaga kerukunan seluruh bangsa, sehingga tercipta integrasi nasional.
Namun, ia mengakui dalam perkembangan masyarakat yang sangat dinamis, termasuk dalam berkomunikasi atau berinteraksi dengan masyarakat dunia, muncul pemahaman dan sikap keagamaan yang bisa mengancam kerukunan dan integrasi bangsa. "Karena itu, kita harus mampu menangkal berkembangnya paham-paham yang mengancam Pancasila dan persatuan nasional," katanya.
Ma'ruf berharap, Pancasila bisa dipahami secara komprehensif dan tidak secara parsial antara satu soal dengan sila lainnya. Sebab, untuk memahami Pancasila, diperlukan pemahaman yang utuh sebagaimana dirumuskan dan dipahami oleh para pendiri bangsa.
"Dengan pemahaman yang utuh seperti itu, berarti Pancasila tidak boleh didorong ke arah pemahaman yang menyimpang seperti sekularisme, liberalisme, atau komunisme," ujar Ma'ruf.