India-China Sepakat Kurangi Ketegangan di Perbatasan
China dan India sepakat kurangi ketegangan di perbatasan dan ambil langkah damai
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China dan India telah sepakat untuk mengurangi ketegangan di perbatasan serta mengambil langkah perdamaian. Hal ini dicetuskan menyusul pertemuan diplomatik tingkat tinggi antara anggota Dewan Negara China Wang Yi dengan Menteri Luar Negeri India S. Jaishankar di Moskow pada Kamis (10/9).
Pertemuan tingkat tinggi itu mencapai konsensus yang terdiri dari lima poin, termasuk kesepakatan bahwa kedua belah pihak harus melepaskan diri dan meredakan ketegangan di perbatasan. Konsensus tersebut disepakati di sela-sela pertemuan Shanghai Cooperation Organisation.
"Harus segera menghentikan provokasi seperti penembakan dan tindakan berbahaya lainnya yang melanggar komitmen yang dibuat oleh kedua belah
pihak," ujar pernyataan Kementerian Luar Negeri China, Jumat (11/9).
Sebelumnya, bentrokan paling mematikan antar pasukan Cina dan India di perbatasan, tepatnya di wilayah gurun Ladakh terjadi pada Juni. Pekan lalu, kedua negara juga saling menuding telah mengirim tentara ke wilayah saingan dan melepaskan tembakan peringatan untuk pertama kalinya dalam 45 tahun, mengancam konflik militer skala penuh terjadi.
Wang mengatakan kepada Jaishankar semua personel dan peralatan yang telah masuk tanpa izin di perbatasan harus dipindahkan. Selain itu pasukan perbatasan di kedua sisi "harus segera melepaskan diri" untuk meredakan eskalasi.
Komentar tersebut kontras dengan sikap militer China yang belum lama ini melakukan unjuk kekuatan di perbatasan. Surat kabar resmi Partai Komunis China, Global Times, melaporkan pada Rabu (9/9) Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) memindahkan pasukan, kendaraan lapis baja, dan kendaraan pengebom ke perbatasan.
Media pemerintah China belum lama ini juga melaporkan latihan bersenjata oleh pasukan terjun payung PLA di Tibet. Global Times dalam editorial yang diterbitkan pada Kamis (10/9) malam menyatakan setiap pembicaraan dengan India harus dikaitkan dengan "kesiapan perang".
"Pihak China harus sepenuhnya siap untuk mengambil tindakan militer ketika keterlibatan diplomatik gagal, pasukan garis depannya harus mampu menanggapi keadaan darurat, dan siap untuk berperang kapan saja," kata editorial Global Times.
“India memiliki kepercayaan diri yang abnormal dalam menghadapi China. Itu tidak memiliki kekuatan yang cukup. Jika India diculik oleh kekuatan nasionalis ekstrem dan terus mengikuti kebijakan radikal China, itu akan membayar harga yang mahal," lanjut isi editorial itu.
Berita mengenai konsensus ini membuat saham perusahaan pertahanan di China turun pada Jumat (11/9) pagi. Indeks Industri Pertahanan Nasional CSI turun 1,2 persen dan berada di jalur penurunan mingguan tertajam sejak 12 Oktober 2018. Sementara saham Industri Berat Tongyu jatuh sebanyak 16,4 persen.