Filipina Prioritaskan Vaksin Rusia dan China Ketimbang Barat
Presiden Filipina menyinggung farmasi negara barat yang meminta uang muka vaksin.
REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Senin (14/9) berjanji akan memprioritaskan pembelian vaksin Covid-19 yang akan disediakan oleh Rusia atau China, sambil menyinggung perusahaan farmasi negara barat yang meminta uang muka untuk penawaran mereka.
Duterte mengaku optimistis bahwa negara Asia Tenggara itu, yang mencatat jumlah kasus Covid-19 tertinggi di kawasan dengan hampir 266.000 kasus, akan "kembali normal" pada Desember. Ia menggantungkan harapannya pada ketersediaan vaksin.
"Kami akan memprioritaskan Rusia dan China asalkan vaksin mereka sebaik vaksin lainnya di pasaran," katanya saat berpidato.
Namun, dia mengatakan setiap vaksin yang akan dibeli oleh Filipina, harus melalui proses penawaran. Pemerintah Filipina telah melakukan pembicaraan dengan sejumlah pemasok calon vaksin seperti Rusia, China, serta produsen obat AS Pfizer Inc dan Moderna Inc. Pihaknya juga telah bertemu dengan raksasa bioteknologi Australia CSL Ltd.
Duterte menunjuk China, yang katanya tidak seperti negara-negara lain yang meminta "biaya reservasi" atau uang muka.
"Satu hal yang baik dari China adalah kita tidak perlu mengemis, kita tidak perlu memohon," ucapnya. "Satu hal yang buruk dari negara Barat, adalah semuanya soal cari untung, untung, untung."
Moskow dan Manila sepakat untuk melakukan uji klinis vaksin buatan Rusia. Duterte tidak menyebutkan perusahaan mana saja yang meminta uang muka, namun ia memperingatkan perwakilan mereka di Manila untuk pulang atau "Akan saya akan tendang."
Duterte mengatakan UU tentang pengadaan Filipina melarang pemerintah membeli apa pun yang belum ada wujudnya atau belum diproduksi.
"Mereka ingin kita membiayai riset mereka dan penyempurnaan vaksin," kata presiden. "Mereka menginginkan uang muka sebelum mereka mengirim vaksin. Jika seperti itu, kita semua bisa mati."