Pola Tidur Burung Hantu Pengaruhi Asma-Alergi Remaja

Pola tidur dapat pengaruhi kerentanan remaja terhadap asma dan alergi.

Republika/Musiron
Remaja laki laki tertidur dengan jam beker di dekatnya (Ilustrasi). Peneliti melaporkan bahwa pola tidur tipe Owls atau burung hantu sebagai yang paling memunculkan risiko pada remaja.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi terbaru menemukan bukti bahwa pola tidur dapat memengaruhi kerentanan remaja terhadap asma dan alergi. Dilansir Health 24, terdapat tiga jenis siklus tidur internal yang dimiliki oleh setiap orang, yaitu Larks atau orang yang tidur lebih awal di malam hari dan bangun dengen cepat, kemudian Owls atau orang yang terjaga sepanjang malam dan bangun di siang hari, kemudian Intermediate atau berada di antara kedua jenis siklus tidur tersebut.

Tipe Owls atau burung hantu dilaporkan sebagai yang paling memunculkan risiko pada remaja. Selama ini telah diketahui bahwa siklus tidur internal berdampak pada kesehatan, terutama jantung, pikiran, dan sistem metabolisme.

Disebutkan bahwa orang-orang yang memiliki siklus tidur internal burung hantu memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena gangguan jantung, metabolisme, dan psikologis. Selain itu, dalam studi terbaru diketahui bahwa jenis siklus tidur memengaruhi sistem pernapasan.

Para peneliti menganalisis data 1.684 remaja di India yang berusia antara usia 13 dan 14 tahun. Mereka berpartisipasi dalam studi umum tentang asma dan alergi.

Dari data tersebut, sebanyak 42 persen mengklasifikasikan diri mereka sebagai Larks, kemudian sembilan persen sebagai Owls, dan sisanya sebagai Intermediate. Mereka kemudian diminta menilai apakah ada korelasi antara gejala pernapasan dan masing-masing siklus tidur yang dimiliki.

Larks kemudian diketahui memiliki risiko terendah dari kondisi alergi, seperti mengi, rinitis, dan rinokonjungtivitis. Sementara Owls memiliki risiko yang jauh lebih tinggi. Faktanya, mereka yang suka terjaga sepanjang malam tiga kali lebih mungkin berisiko terkena asma daripada mereka yang bangun pagi.

Gejala-gejala alergi semacam itu juga cenderung lebih parah di malam hari. Bagi meraka yang memiliki siklus tidur Intermediate memiliki risiko yang lebih rendah daripada Owls, tetapi tetap lebih banyak dibandingkan Larks.

Selain itu, potensi faktor interpersonal, seperti lingkungan atau genetik, ditemukan tidak berperan dalam hubungan antara waktu tidur dan masalah pernapasan. Tim peneliti mengatakan bahwa tipe siklus tidur seperti Owls sangat rentan membuat ketidakseimbangan sirkadian yang dibutuhkan manusia.

"Sudah diketahui bahwa tipe malam lebih mudah rentan terhadap ketidakselarasan sirkadian yang pada akhirnya dapat menyebabkan disfungsi jam sirkadian, yang memicu beberapa mekanisme hilir, termasuk perubahan sistem kekebalan di paru-paru," tulis para ilmuwan dalam studi.

Faktor lain adalah peningkatan screen time atau bermain gawai pada malam hari yang menurunkan melatonin atau hormon tidur. Pada gilirannya, hal ini juga dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh.

Namun, ada beberapa keterbatasan dalam penelitian. Dikatakan bahwa perlu lebih banyak peserta yang memiliki siklus tidur Owls dari negara lain untuk membantu memperkuat hubungan sebab akibat serta menciptakan lingkungan kontrol yang lebih baik di mana aktivitas tidur dan sensitivitas alergi dapat dipantau secara ketat.

"Temuan kami tentang peran preferensi individu mengenai tidur dan aktivitas pada risiko alergi serta asma menggambarkan pentingnya menilai tipologi sirkadian sebagai faktor yang masuk akal untuk penyakit. Ini dapat membantu dokter dan peneliti menghadiri jalur asma yang kurang dikenal ini serta penyakit alergi lainnya," jelas peneliti yang menerbitkan hasil penelitiannya dalam ERJ Open Research.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler