'Pelaksanaan Pilkada tak Bisa Disamakan Pemilu Korsel'

Protokol kesehatan harus diperketat jika pilkada ingin dilanjutkan.

Republika/Musiron
Pemilihan Umum (ilustrasi)
Rep: Zainur Mahsir Ramadhan Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan ketua Bawaslu, Nur Hidayat Sardini menilai, pelaksanaan pemilihan umum saat pandemi Covid-19 tidak bisa disamakan dengan pemilu yang telah digelar di Korea Selatan. Ia mengatakan, kedua negara memang sama-sama melaksanakan pemilu di tengah pandemi Covid.

Tetapi, apa yang terjadi di Indonesia dan Korsel tidak sama. Terutama terkait penerapan protokol kesehatan masyarakatnya. Nur Hidayat menegaskan, tidak setuju Pilkada 2020 tetap dilanjutkan di Indonesia. Sebab, kondisi pandemi yang melanda Indonesia tidak diimbangi dengan disiplin penerapan protokol kesehatan.

"Tidak seperti di Korea Selatan, di sana sangat ketat. Dan kondisi pemilu dan sosial Korsel itu berbanding terbalik dengan kita," ujar dia dalam diskusi daring ‘Kampanye Pilkada ditengah Virus Corona’ Sabtu (19/9).



Ketua Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Semarang ini menambahkan, kondisi pelaksanaan protokol kesehatan di Indonesia sampai saat ini belum ketat. Ia memberi contoh pelaksanaan pemilu di Negara Burundi di Benua Afrika yang memberi dampak besar terhadap penularan virus Covid-19.

Nur Hidayat menyarankan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan instansi terkait penyelenggaraan pilkada bisa melakukan upaya preventif penularan Covid di Pilkada 2020. "Saya sarankan pada KPU, sekarang bukan saatnya mengeluarkan pernyataan yang bersifat mengimbau lagi, karena sekarang sudah pelaksanaan," tegas anggota DKPP RI 2017 itu.

Ia juga menyarankan soal peran Bawaslu saat ini yang bukan hanya sebagai penegak hukum bagi pelanggaran kasus pemilu saja. Menurut Nur Hidayat, fungsi utama Bawaslu adalah sebagai sosok pengawas. "Tanpa penegakan sendiri, sosok Bawaslu sudah kharismatik. Fokus kehadiran Bawaslu sendiri bisa sangat berperan," tambah dosen FISIP Undip ini.

Nur Hidayat menegaskan, seharusnya pilkada bisa ditunda dengan kondisi saat ini. Tetapi, jika penyelenggara pemilu dan pemerintah tetap ingin melanjutkan pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan di daerah ini, seluruh pihak harus memperketat penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Tujuannya agar tidak memunculkan klaster baru penyebaran virus yang berasal dari Wuhan, Cina ini selama pilkada.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler