Ketum PP Muhammadiyah Jelaskan Alasan Minta Pilkada Ditunda
Sejumlah ormas Islam termasuk Muhammadiyah minta Pilkada ditunda.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Haedar Nashir menyampaikan, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan kekuatan masyarakat lainnya melalui pernyataan sikapnya tentang usul penundaan Pilkada 2020 lebih bersifat memberi saran dan masukan yang serius dan objektif atas situasi pandemi Covid-19 yang secara nyata naik. Semua itu untuk kepentingan bersama, karena ketika wabah terus meluas yang rugi bangsa Indonesia.
"Apakah masukan ormas itu diterima atau tidak, tentu sepenuhnya berada dalam otoritas pemerintah, DPR dan KPU. Sarannya elegan, agar pemerintah bermusyawarah secara optimal dengan DPR dan KPU demi keselamatan jiwa rakyat Indonesia," kata Prof Haedar melalui pesan tertulis yang diterima Republika, Selasa (22/9).
Ia mengatakan, menunda atau meneruskan Pilkada sepenuhnya tergantung kearifan pemerintah, DPR dan KPU. Apapun keputusannya yang penting pemerintah, DPR, KPU, dan semua pihak terkait benar-benar seksama dan dapat bertanggung jawab sepenuhnya atas segala keadaan dan konsekuensinya.
Ormas percaya kepada pemerintah dan menghargai kebijakan dan usaha yang telah dilakukan dalam menangani Covid-19 maupun persiapan Pilkada. Namun keadaan di lapangan juga penting menjadi pertimbangan. Jangan sampai sejumlah hal terjadi seperti sekarang ini, Covid-19 naik angkanya setelah new normal atau adaptasi baru diberlakukan. Sehingga Rumah Sakit kelebihan beban dan disiplin masyarakat tidak dapat dikendalikan dengan baik dan terkonsolidasi.
"Demikian pula dengan persiapan Pilkada, pada proses awal saja ketika pendaftaran calon sudah terjadi pelanggaran protokol kesehatan, yang tidak ada tindakan. Cobalah kaji apa yang akan terjadi pada saat pelaksanaan Pilkada yang sarat persaingan politik tinggi dan melibatkan massa yang besar yang biasanya sulit dikendalikan," ujarnya.
Prof Haedar mengatakan, perencanaannya biasanya baik tetapi di lapangan sering berbeda. Semoga semuanya sudah dipertimbangkan matang dan pelaksanaan Pilkada di kala pandemi benar-benar terkendali secara nyata dengan pertanggungjawaban yang tinggi.
Muhammadiyah bersama komponen bangsa yang lain sifatnya memberi pandangan dan masukan agar pelaksanaan Pilkada dikaji ulang dengan solusi penundaan. Tentang kapan waktunya tentu dirembuk bersama antara pemerintah dengan DPR dan KPU yang melibatkan masukan ilmiah para ahli epidemiologi dan para ahli terkait penanganan Covid-19.
"Memang tidak ada pihak yang bisa memastikan kapan pandemi ini berakhir. Lagipula Covid-19 ini kan tidak ada pemiliknya, kenapa perlu minta kepastian kapan berakhir. Tetapi setidaknya ada kajian ulang secara seksama dan menyeluruh," jelasnya.
Prof Haedar mengingatkan, kewajiban semua pihak ikhtiar, setidaknya mencegah wabah agar tidak semakin meluas karena adanya kegiatan yang melibatkan massa. Bila pemerintah, DPR, dan KPU tetap melaksanakan sesuai jadwal tentu keputusan atas otoritas yang dimiliki mereka, silakan saja.
Artinya, dikatakan dia, Muhammadiyah dan para pihak yang mengusulkan penundaan sudah menyelesaikan kewajibannya menyampaikan pandangan yang bersifat masukan. Inilah tugas moral keagamaan dan kebangsaan dalam menjalankan fungsi ormas dengan memberi masukan apa adanya, sambil terus berbuat yang bermanfaat bagi masyarakat luas khususnya dalam menangani Covid-19.
"Dalam kaitan ini tugas Muhammadiyah lebih bersifat dakwah dan berikhtiar untuk mencegah keadaan akibat Covid-19 tidak semakin berat. Satu nyawa itu sangat mahal, nilainya sama dengan seluruh nyawa bangsa Indonesia, begitulah spirit keagamaan dalam Islam (QS Al-Maidah: 32)," ujarnya.
Prof Haedar mengatakan, alhamdulillah bila pemerintah sudah siap menyelenggarakan Pilkada di masa pandemi dengan meniru Singapura, Jerman, Perancis, dan Korea Selatan. Negara-negara tersebut dikenal maju dan berstandar tinggi dalam hal peran pemerintahnya, penegakkan hukumnya, sistem kesehatannya, dan disiplin masyarakatnya.
Semoga Indonesia sebagus negara-negara maju tersebut dalam dalam menangani dan mengendalikan Covid-19. Kalau tetap dilaksanakan Pilkada demi hak demokrasi, diharapkan semuanya berjalan baik dan lancar.
"Namun di kala dan usai Pilkada keadaan Covid-19 tidak terkendali yang tentu sangat tidak diinginkan oleh siapapun, maka mudah-mudahan ada yang mau dan berani bertanggung jawab," tegas Prof Haedar.