Mutasi Genetik Virus Corona Munculkan Risiko Skizofrenia

Mutasi genetik terkait skizofrenia membuat penderita Covid-19 bergejala ringan.

CDC via AP, File
Ilustrasi virus corona tipe baru (SARS-CoV-2(, penyebab Covid-19, dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat. Mutasi genetik memungkinkan SARS-CoV-2 bereplikasi lebih cepat di tubuh manusia, terutama di otak.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan di New York, Amerika Serikat (AS) menunjukkan, orang-orang yang mengalami mutasi genetik unik mungkin tidak memiliki gejala infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) yang tak terlalu parah. Tetapi, kabar baik itu muncul dengan kabar buruk, yakni mereka lebih berisiko mengalami skizofrenia.

Dilansir South China Morning Post, gen rs4702 memungkinkan virus corona jenis baru bereplikasi lebih cepat di tubuh manusia, terutama di otak. Mutasi gen dapat menekan reproduksi virus, tetapi orang yang membawa mutasi ini cenderung memiliki masalah dengan neuron yang terkait dengan skizofrenia dan gangguan mental lainnya.

Penemuan baru menambah bukti yang semakin banyak variasi genetik yang umum dapat memengaruhi infeksi virus corona jenis baru. Tim peneliti yang dipimpin oleh Kristen Brennand dari Icahn School of Medicine di Mount Sinai di New York merilis studi dalam sebuah makalah non-peer-review yang diunggah di bioRxiv pada Senin (21/9) lalu.

Tingkat keparahan Covid-19 bervariasi dari satu orang ke orang lain, bahkan dalam kelompok usia yang sama. Ada beberapa pasien berusia muda dan sehat meninggal, sementara yang lain bebas dari gejala.

Di China, dalam laporan yang diterbitkan oleh China Medical Treatment Expert Group di New England Journal of Medicine pada April mengatakan, hampir 20 persen kasus Covid-19 berkembang menjadi parah atau kritis. Pada Juni, tim peneliti dari Prancis melaporkan dalam jurnal yang sama bahwa sepertiga dari pasien yang diteliti memiliki gejala neurologis, seperti kurangnya perhatian, disorientasi, atau gerakan yang tidak terorganisir dengan baik.

Tim peneliti menginfeksi neuron manusia yang membawa gen rs4702 dengan dosis kecil SARS-CoV-2, nama resmi untuk virus corona jenis baru yang menjadi dalang Covid-19. Dalam 24 jam, salinan virus meningkat hampir 150 ribu kali. Mereka kemudian menginduksi mutasi gen rs4702 di neuron dengan teknologi pengeditan gen. Jumlah salinan virus lalu turun menjadi sekitar sepertiga.

Variasi pada gen manusia diketahui memengaruhi kematian dari suatu penyakit menular. Sebagai contoh, orang China lebih rentan terhadap virus H1N1 dibanding Eropa.

Menurut sebuah studi di University of Oxford yang diterbitkan dalam jurnal Nature pada 2013, hal itu terjadi adalah karena mutasi yang jauh lebih umum terjadi di kalangan orang China daripada orang kulit putih. Mutasi itu bisa meningkatkan risiko gejala parah atau kritis enam kali lipat.

Gen rs4702 mengendalikan produksi furin, enzim yang penting untuk berfungsinya banyak protein dalam tubuh. Tim peneliti mengatakan gen tersebut tidak hanya terjadi di otak, tetapi juga di sel paru-paru dan usus.

Tim peneliti juga yakin virus SARS-CoV-2 telah membajak furin untuk memulai serangkaian mekanisme pengikatan yang pada akhirnya akan mengarah pada fusi selubung virus, atau lapisan terluar, dan membran sel inang. Kemampuan seperti itu yang dimungkinkan oleh penyisipan empat huruf yang unik dalam kode genetik virus, sehingga tidak terlihat pada virus corona lain, seperti SARS (sindrom akut pernapasan parah), menurut para peneliti.

Studi sebelumnya oleh tim Brennand dan yang lainnya menemukan bahwa mutasi gen rs4702 dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan neuron dan aktivitas yang berubah. Perubahan ini dianggap sebagai faktor risiko umum untuk skizofrenia, gangguan mental serius yang dapat mengakibatkan halusinasi, delusi, dan pemikiran atau perilaku ekstrem.

“Meskipun mutasi dapat mengurangi replikasi virus pada pasien secara individu, ini mungkin bukan kabar baik untuk pengendalian pandemi dengan membiarkan virus tingkat rendah menyebar dengan sukses sementara tetap tidak terdeteksi oleh sistem kekebalan”, ujar Brennand.

Para dokter di Wuhan, Provincie Hubei, China, kota di wilayah tengah China yang menjadi tempat wabah Covid-19 pertama kali ditemukan menjadi yang pertama mengamati hasil berbeda di antara pasien dengan golongan darah berbeda, terkait erat dengan gen. Peneliti Eropa melaporkan varian genetik yang memengaruhi pembentukan enzim pengubah angiotensin 2, protein yang digunakan oleh virus untuk memasuki sel inang pada populasi Italia.

Ilmuwan dari banyak negara juga telah meluncurkan kolaborasi di seluruh dunia untuk melacak gen yang paling relevan dalam Covid-19 yang menjadi krisis kesehatan global ini. Brennand mengatakan, upaya ini akan membantu mengidentifikasi individu berisiko tinggi dengan lebih baik.

Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler