Rasio Utang Indonesia Diperkirakan Melampaui 40 Persen PDB

Rasio utang Indonesia diperkirakan akan terus membengkak hingga 2024.

Tim Infografis Republika.co.id
Utang pemerintah Indonesia. ilustrasi
Rep: Adinda Pryanka Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan, rasio utang sampai dengan 2024 tidak akan kurang dari 40 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Level tertinggi diperkirakan terjadi pada 2022, yaitu pada kisaran 41,52-42,65 persen yang secara bertahap turun hingga mencapai 40,78-41,31 persen terhadap PDB pada 2024.

Proyeksi itu tergambar dalam paparan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu pada Webinar Tax Challenges and Reforms to Finance the Covid-19 Recovery and Beyond, Kamis (1/10). Rentang rasio utang itu menjadi bagian dari kerangka kerja fiskal jangka menengah Indonesia.

Febrio menuturkan, Indonesia memang masih memiliki perjalanan yang berat dalam beberapa tahun mendatang akibat pandemi Covid-19. "Di jangka menengah, kita menghadapi tantangan besar," tuturnya saat memberikan paparan.

Dalam konferensi pers virtual yang diadakan di sela Webinar, Febrio menyebutkan, pertumbuhan rasio utang tidak terlepas dari pelebaran defisit APBN. Seperti diketahui, pada periode 2020 hingga 2022, pemerintah memutuskan menaikkan batasan defisit anggaran menjadi lebih dari tiga persen. Kebijakan ini diambil agar APBN dapat bergerak lebih fleksibel untuk mengantisipasi tekanan ekonomi.

Febrio menyebutkan, defisit anggaran tahun ini yang ditargetkan berada pada level 6,34 persen terhadap PDB memang sangat dalam. Dampaknya, rasio utang yang semula diproyeksikan berada pada level 30 persen, harus naik menjadi 37,60 persen. Sedangkan, tahun depan, rasio akan meningkat ke 41,09 persen dengan defisit anggaran 5,7 persen.

Rasio utang baru akan turun pada 2023, dengan proyeksi 41,22-42,14 persen terhadap PDB. Saat itu, defisit APBN diperkirakan berada pada rentang 2,35-2,85 persen. Pada 2024, defisit diharapkan bisa semakin turun ke 2,19-2,55 persen, sehingga rasio utang menyentuh ke level 40,78-41,31 persen. "Itu yang diharapkan bisa terjadi," tutur Febrio.

Tapi, Febrio mengatakan, rasio utang yang dimiliki Indonesia sebenarnya jauh lebih baik dibandingkan kebanyakan negara. "Misal, pada 2019, ketika rasio utang kita hanya 30 persen, negara berkembang lain rata-rata sudah 50 persen ke atas," ujarnya.

Pencapaian itu disebutkan Febrio tidak terlepas dari disiplin fiskal yang sudah diterapkan pemerintah sejak beberapa tahun terakhir. Belanja dilakukan secara efektif, sementara penerimaan negara dimaksimalkan, terutama dari sisi perpajakan.

Febrio mengatakan, disiplin fiskal juga yang membuat kredibilitas surat utang pemerintah di mata dunia masih positif. Dampaknya, surat utang Indonesia masih diminati oleh banyak investor asing maupun domestik.

Menjaga kredibilitas menjadi hal penting. Pasalnya, Febrio menuturkan, hampir 80 persen utang yang ditarik pemerintah berasal dari penerbitan surat utang. "Jadi, harus dijaga, hati-hati, karena kita bisa berutang dalam surat utang yang kapanpun bisa orang-orang jual," katanya.


Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler