PSHK FH UII akan Uji Formil dan Materiil UU Ciptaker

PSHK FH UII akan uji formil dan materiil UU Omnibus Law Cipta Kerja

Antara/Hafidz Mubarak A
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kelima kiri) bersama Menkumham Yasonna Laoly (kelima kanan), Menteri Keuangan Sri Mulyani (keempat kiri), Mendagri Tito Karnavian (keempat kanan), Menaker Ida Fauziyah (ketiga kiri), Menteri ESDM Arifin Tasrif (ketiga kanan), Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil (kedua kiri) dan Menteri LHK Siti Nurbaya (kedua kanan) berfoto bersama dengan pimpinan DPR usai pengesahan UU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pusat Studi Hukum dan Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) akan mengajukan uji formil dan materiil Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Diketahui, pada rapat Paripurna DPR RI, Senin (5/10), menyetujui UU Ciptaker. 

Baca Juga


"Kami akan melakukan uji formil dan uji materiil Uu Omnibus Law Cipta Kerja Ke Mahkamah Konstitusi," kata Direktur PSHK FH UII Allan Fatchan Ghani kepada Republika.co.id, Selasa (6/10). 

PSHK FH UII, lanjut Allan juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan berlakunya UU Omnibus Law Cipta Kerja. Allan menegaskan, pembahasan hingga pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja hingga menjadi undang-undang dinilai mengulang catatan buruk proses legilasi di Indonesia. 

Ia mengingatkan, penyusunan RUU Omnibus Law Cipta Kerja sejak awal sampai pembahasan tidak mengajak masyarakat untuk berpartisipasi. Secara formil, Allan menilai, penyusunan RUU Ciptaker cacat formil karena penyusunan sampai pembahasan tidak melibatkan publik.

Apalagi, menurut Allan, materi muatan UUCiptaker bertentangan dengan UUD NRI 1945. Seperti berpotensi mereduksi hak otonomi yang diberikan kepada pemerintah daerah. Baik provinsi maupun kabupaten berdasarkan Pasal 18 ayat (5) UUD NRI 1945.

Bahkan, Allan melanjutkan UU Ciptaker mereduksi hak setiap orang bekerja dan mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Seperti upah minimum tidak lagi diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak, tapi berdasarkan kondisi pertumbuhan dan inflasi ekonomi daerah dan ketenaga kerjaan. Lalu, terdapat kenaikan pengaturan jam lembur kerja.

UU Ciptaker juga menghilangkan ketentuan istirahat panjang yang sebelumnya diatur ketat. Selain itu, UU Cipta Kerja mengubah ketentuan uang pesangon dan uang penghargaan menjadi lebih tidak proporsional dan tidak berkeadilan.

"Secara konstitusional menjegal RUU Omnibus Law Cipta Kerja dapat dilakukan melalui uji formil dan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi, atau mendesak presiden mengeluarkan Perppu membatalkan berlakunya UU Omnibus Law Cipta Kerja," kata Allan. 

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler