Wakil Ketua MPR: Pemerintah Harus Evaluasi UU Cipta Kerja

Sebanyak 35 investor yang prihatin tersebut mengelola dana hingga 4,1 trilun dolar AS

Humas MPR
Wakil Ketua MPR Syarief Hasan melakukan Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika atau yang lebih dikenal dengan 4 Pilar MPR di Desa Bangkaloa, Kecamatan Widasari, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Selasa (8/9).
Red: Hiru Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan kembali menyoroti alasan Pemerintah dan beberapa fraksi di DPR RI yang mengesahkan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law). Pasalnya, tak hanya Rakyat dan buruh yang menolak, berbagai lembaga investor global-pun menyatakan keprihatinannya.


Memang, pengesahan UU Cipta Kerja menarik perhatian banyak pihak, baik dalam maupun luar negeri. Dilansir dari Reuters pada Selasa (6/10), 35 investor global mengungkapkan keprihatinan mereka lewat sebuah surat terbuka yang ditujukan kepada pemerintah Indonesia.

Sebanyak 35 investor yang prihatin tersebut merupakan investor yang mengelola dana hingga  4,1 Triliun dolar AS. Di dalamnya, terdapat lembaga investasi Aviva Investors, Robeco, Legal and General Investment Management, Church of England Pensions Board, hingga Sumitomo Mitsui Trust Asset Management yang telah mendunia.

Para investor global memperingatkan pemerintah bahwa UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan berpotensi merusak lingkungan, khususnya hutan. “Meskipun perlu reformasi hukum bisnis di Indonesia, namun kami khawatir tentang dampak negatif UU Cipta Kerja, khususnya terkait langkah perlindungan lingkungan," kata Peter van der Werf, perwakilan dari Robeco yang dikutip dari Reuters.

Syarief Hasan menilai, keprihatinan para investor global dengan potensi negatif dari RUU Cipta Kerja menunjukkan pemerintah gagal paham tentang iklim investasi di Indonesia. “Selama ini pemerintah selalu mengatasnamakan investasi untuk mengesahkan RUU Cipta Kerja, padahal investor global juga telah menolak. Jadi, UU Cipta Kerja ini diperuntukan kepada siapa?.”, tanya Syarief.

Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini menyatakan bahwa pandangan dari investor global membuktikan penolakan Partai Demokrat terhadap UU Cipta Kerja (Omnibus Law). “  Partai Demokrat semakin kokoh menolak UU Cipta Kerja* yang sangat merugikan rakyat," kata Syarief Hasan.

Ia juga mengungkapkan bahwa penolakan dari  kaum buruh, mahasiswa, dan elemen masyarakat lainnya, ditambah respon negatif dari investor global harusnya menjadi pertimbangan   “Pemerintah untuk menunda dan  harus mengevaluasi kembali UU Cipta Kerja ini. Jangan hanya mempertimbangan korporasi besar, tetapi juga lindungi rakyat  dan lingkungan untuk anak cucu kita yang akan datang," kata Syarief.

Politisi senior Partai Demokrat inipun menegaskan agar Pemerintah lebih bijak dalam melihat persoalan UU Cipta Kerja. “Hari ini kita bisa lihat, demonstrasi terjadi dimana-mana dan pemerintah tidak mampu membendungnya. RUU Cipta Kerja yang disahkan dengan cara tidak benar malah menimbulkan polemik baru yang kontraproduktif dengan langkah pemerintah dalam menanggulangi dampak kesehatan dan ekonomi akibat Pandemi Covid-19," tutur Syarief.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler