492 ASN Terbukti Langgar Netralitas Pilkada

Baru 256 ASN yang menerima sanksi dari pejabat pembina kepegawaian (PPK).

Antara/Arnas Padda
Peserta aksi mengikuti kampanye publik dan deklarasi netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) pada pilkada serentak 2020 di Makassar, Sulawesi Selatan, Ahad (8/3/2020).
Rep: Fauziah Mursid Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto membeberkan, hingga 30 September 2020 terdapat 694 pegawai ASN yang dilaporkan melakukan pelanggaran netralitas. Setelah diproses KASN, lebih dari setengahnya terbukti melakukan pelanggaran netralitas ASN.

"Sebanyak 492 ASN telah diberikan rekomendasi penjatuhan sanksi pelanggaran netralitas. Dengan tindak lanjut pemberian sanksi dari PPK baru 256 ASN atau 52 persen," ujar Agus dalam laporannya di acara Kampanye Virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN, Rabu (7/10).

Agus memaparkan, dari jumlah tersebut terdapat lima daerah dengan pelanggaran netralitas tertinggi antara lain, Kabupaten Purbalingga dengan 56 ASN, Kabupaten Wakatobi 34 ASN, Kabupaten Kediri dengan 21 ASN, Kabupaten Musi Rawas Utara dengan 19 ASN, dan Kabupaten Sumbawa 18 ASN.

Sedangkan, untuk akumulasi pelanggaran berdasarkan wilayah adalah Provinsi Sulawesi Tenggara sebanyak 90 ASN, Provinsi Nusa Tenggara Barat 81 ASN, Provinsi Jawa Tengah 74 ASN, Provinsi Sulawesi Selatan 49 ASN, dan Provinsi Jawa Timur 42 ASN.

"Kemudian jabatan tertinggi adalah JPT  26,1 persen, fungsional 25,8 persen, pelaksana 13,8 persen, administrator 13,7 persen, kepala wilayah seperti camat/lurah 9,5 persen," ujar Agus.

Ia mengatakan, jenis kategori pelanggaran netralitas yang dilakukan ASN antara lain, pelanggaran kampanye atau sosialisasi di media sosial 23,1 persen, melakukan pendekatan ke partai politik atau terkait pencalonan dirinya atau orang lain sebagai calon/bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah 16,7 persen.

Selain itu, ASN juga diketahui nengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan kepada salah satu calon/bakal calon sekitar 15,2 persen. "Menghadari deklarasi pasangan bakal calon/calon peserta pilkada, serta membuat keputusan yang dapat menguntungkan/merugikan pasangan calon/bakal calon selama masa kampanye 9,7 persen," ujar Agus.

Ia pun mengingatkan netralitas menjadi bagian azas etika dan perilaku yang wajib dilakukan setiap ASN sebagai penyelenggara negara. Sebab, pelanggaran netralitas ini akan menjadi pintu masuk pelanggaran hukum ASN lainnya. "Seperti kualitas layanan publik yang rendah, tindak KKN, serta perumusan dan penetapan kebijakan yang mencederai kepentingan publik," katanya.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin telah mengingatkan antisipasi semua pihak terhadap potensi pelanggaran netralitas ASN. Wapres menyebut, beberapa pelanggaran netralitas ASN biasanya terjadi saat memberikan dukungan kepada pasangan calon di media sosial atau media massa, melakukan pendekatan atau mendaftarkan diri pada salah satu partai politik

Selain itu, bentuk pelanggaran netralitas ASN terjadi ketika ASN turut menyosialisasikan bakal calon, menghadiri kegiatan yang menguntungkan bakal calon dan mendeklarasikan diri sebagai pendukung bakal calon.

"Atau mengajak atau mengintimidasi untuk mendukung bakal calon, dan melakukan pergantian pejabat dalam waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon," ujar Ma'ruf.


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler