Ketua Baleg: Revisi UU Ciptaker dari Setneg Perbaiki Typo
Direktur Pusako menilai ketidakberesan terhadap proses UU Cipta Kerja.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja Supratman Andi Agtas mengatakan Kementerian Sekretariat Negara tidak melakukan pengajuan revisi terhadap UU Ciptaker. Ia mengatakan Kementerian Sekretariat Negara hanya mengajukan perbaikan pada format penulisan.
“Bukan revisi, tapi terkait dengan typo dan tata bahasa,” kata Supratman kepada Republika, Kamis (22/10).
Kementerian Sektretariat Negara mengajukan revisi sebanyak 158 item dan 88 halaman terhadap Undang-Undang Cipta Kerja berdasarkan recall pada 16 Oktober 2020. Sebelumnya, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Mulyanto mengatakan pengajuan revisi dilakukan dua hari usai Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menyerahkan naskah UU yang berjumlah 812 halaman ke pihak Istana.
Namun, ia mengatakan tak mengetahui apa yang direvisi oleh Setneg. Sebab, panitia kerja (panja) Baleg UU Cipta Kerja telah dibubarkan usai pengesahan yang dilakukan dalam rapat paripurna pada 5 Oktober 2020.
“Perbaikan draf RUU Cipta Kerja sebanyak 158 item dalam 88 halaman berdasarkan recall tanggal 16 Oktober 2020,” ujar Mulyanto lewat pesan singkat, Kamis (22/10).
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menilai ada ketidakberesan terhadap pembahasan, pengesahan, hingga proses penyerahan UU Cipta Kerja kepada Presiden Joko Widodo. Hal itu kembali terbukti dengan hadirnya kembali naskah yang diklaim final berjumlah 1.187 halaman.
“Peristiwa itu kian memastikan bahwa memang telah terjadi cacat prosedural parah dalam pembentukan undang-undang,” ujar Feri kepada Republika.
Pengajuan revisi oleh Setneg dua hari setelah Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menyerahkan draf UU Cipta Kerja sebanyak 812 halaman juga menunjukkan bahwa ada muatan yang bermasalah di dalamnya. Meski, pemerintah dan DPR memang menyatakan bahwa perbaikan hanya berkutat pada format penulisan.
“Pasti ada karena tidak terpenuhinya asas keterbukaan dalam pembentukan undang-undang, seperti dalam Pasal 5 huruf g Undang-Undang 12/2011 jo UU 15/2019. Apalagi terbukti drafnya terus berevolusi,” ujar Feri.
Draf final RUU Cipta Kerja yang diserahkan kepada pemerintah berjumlah 812 halaman. Sebelum draf final tersebut diserahkan kepada presiden, beredar banyak naskah yang bervariasi jumlah halamannuya.
Mulai dari 1.028 halaman, 905 halaman, 1.052 halaman, dan 1.035 halaman. Terbaru, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Muhammadiyah mengaku menerima naskah Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang berjumlah 1.187 halaman.