Muslim Prancis Cemas Islamofobia Meningkat
Pemenggalan guru Prancis menimbulkan kekhawatiran meningkatnya islamofobia
REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pembunuhan terhadap seorang guru oleh seorang remaja di Prancis telah menimbulkan kekhawatiran meningkatnya Islamofobia. Akibat insiden itu, ketegangan antara negara dan Muslim Prancis, minoritas Muslim terbesar di Eropa, kian dalam.
Umat Muslim Prancis khawatir kematian tragis guru bernama Samuel Paty itu dijadikan senjata untuk memajukan kebijakan pemerintah yang berpotensi mencampurkan Islam dengan 'terorisme'. Kekhawatiran itu semakin meningkat setelah presiden Emmanuel Macron pada 2 Oktober 2020 lalu meluncurkan sebuah rencana melawan apa yang disebutnya 'separatisme Islam' dan mengatakan Islam 'dalam krisis' di seluruh dunia.
"Muslim menjadi sasaran. Saya yakin Macron menggunakan Islamofobia untuk memperkuat kampanyenya," kata seorang aktivis Muslim Prancis, Yasser Louati, kepada Al Jazeera, dilansir Sabtu (24/10).
Sebelumnya, Samuel Paty (47) dibunuh dengan cara dipenggal oleh seorang remaja bernama Abdoullakh Anzorov (18). Paty dibunuh dalam perjalanan pulang dari sekolah tempat dia mengajar pada Jumat (16/10) lalu Conflans-Sainte-Honorine, pinggiran Paris, Prancis.
Anzorov sendiri merupakan seorang remaja etnis Chechen dari Chechnya, Rusia, yang lahir di Moskwa. Ia telah ditembak mati oleh polisi.
Tersangka disebut marah karena guru sejarah dan geografi tersebut pada Oktober lalu menunjukkan serangkaian kartun dan karikatur Nabi Muhammad saat ia mengajar kelas tentang kebebasan berekspresi kepada murid-muridnya.
Insiden itu menuai curahan kesedihan dan keterkejutan di antara para pejabat tinggi. Pada Rabu lalu, Paty secara anumerta menerima Legiun d'Honneur, sebuah penghargaan tertinggi Prancis, dalam sebuah upacara yang dihadiri Macron. Ribuan orang juga melakukan protes atas pembunuhan tersebut.
Beberapa hari setelah pembunuhan, pemerintah melancarkan tindakan keras terhadap organisasi Muslim. Sementara itu, kelompok main hakim sendiri menyerang masjid, dan tempat ibadah di Beziers dan Bordeaux telah ditempatkan di bawah perlindungan polisi setelah diancam dengan kekerasan.