Buruh Sesalkan Menaker Soal tak Ada Kenaikan Upah di 2021

Menaker keluarkan surat edaran bahwa pada 2021 tak ada kenaik upah buruh minimun

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Sejumlah buruh berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (27/10). Dalam unjuk rasa tersebut mereka menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja dan menuntut kenaikan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2021. Foto: Abdan Syakura/Republika
Red: Muhammad Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID,IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyesalkan sikap Menteri Ketenagakerjaan yang mengeluarkan surat edaran bahwa pada 2021 tak ada kenaikan upah buruh.


"Dengan keluarnya surat edaran tersebut aksi perlawanan buruh akan semakin mengeras terhadap penolakan tidak adanya kenaikan upah minimum 2021 dan penolakan omnibus law UU Cipta Kerja. Menaker tidak memiliki sensitivitas nasib buruh, hanya memandang kepentingan pengusaha semata," kata Said Iqbal, dalam pernyataannya yang dikirimkan ke Republika.co.id, Selasa (27/10),

Adapun isi surat edaran Nomor M/11/HK.4/x/2020 tertanggal 26 Oktober 2020 adalah meminta kepada para Gubernur untuk melakukan penyesuaian penetapan upah minimum tahun 2021 sama dengan nilai upah minimum tahun 2020. Selanjutnya, melaksanakan penetapan upah minimum setelah tahun 2021 sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan, dan menetapkan dan mengumumkan Upah Minimum Provinsi Tahun 2021 pada tanggal 31 Oktober 2020. 

Menurut Iqbal, pengusaha memang sedang susah. Tapi buruh juga jauh lebih susah. Seharusnya pemerintah bisa bersikap lebih adil, yaitu tetap ada kenaikan upah minimum 2021. Tetapi bagi perusahaan yang tidak mampu maka dapat melakukan penangguhan dengan tidak menaikan upah minimum setelah berunding dengan serikat pekerja di tingkat perusahaan dan melaporkannya ke Kemenaker. 

"Jangan dipukul rata semua perusahaan tidak mampu. Faktanya di tahun 1998 pun tetap ada kenaikan upah minimum untuk menjaga daya beli masyarakat," tegasnya.

Lebih jauh Said Iqbal mempertanyakan, "Apakah presiden sudah mengetahui keputusan Menaker ini? Atau hanya keputusan sepihak Menaker?" 

"Oleh karena itu, KSPI dan seluruh serikat buruh di Indonesia akan melakukan aksi nasional besar-besaran di 24 propinsi pada 2 Nopember dan 9 sampai 10 Nopember. Nantinya aksi ini akan diikuti puluhan dan bahkan ratusan ribu buruh di Mahkamah Konstitusi, Istana, DPR RI, dan di kantor Gubernur di seluruh Indonesia dengan membawa isu batalkan omnibus law UU Cipta Kerja dan harus ada kenaikan upah minimum 2021 untuk menjaga daya beli masyarakat,'' ujarnya lagi.

Sebelumnya, KSPI menyebut  adanya empat alasan mengapa upah minimum 2021 harus naik. Pertama, jika upah minimum tidak naik, kata Said Iqbal, hal ini akan membuat situasi semakin panas. Apalagi saat ini para buruh masih memperjuangkan penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Di mana seiring dengan penolakan omnibus law, buruh juga akan menyuarakan agar upah minimum 2021 tetap naik. Sehingga aksi-aksi akan semakin besar.

Kedua, alasan upah tidak naik karena saat ini pertumbuhan ekonomi minus tidak tepat. Bandingkan dengan apa yang terjadi pada tahun 1998, 1999, dan 2000. 

"Sebagai contoh, di DKI Jakarta, kenaikan upah minimum dari tahun 1998 ke 1999 tetap naik sekitar 16 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1998 minus 17,49 persen. Begitu juga dengan upah minimum tahun 1999 ke 2000, upah minimum tetap naik sekitar 23,8 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1999 minus 0,29 persen," kata Said Iqbal.

Ketiga, bila upah minimum tidak naik maka daya beli masyarakat akan semakin turun. Daya beli turun akan berakibat jatuhnya tingkat konsumsi. Ujung-ujungnya berdampak negatif buat perekonomian.

"Keempat, tidak semua perusahaan kesulitan akibat pandemi COVID-19. Oleh karena itu, dia meminta kebijakan kenaikan upah dilakukan secara proporsional,'' tegas Said Iqbal.

 

sumber : rilis
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler