Harusnya Anak Muda Malu Berunjuk Rasa Tapi tak Paham Tujuan
Jangan sampai anak-anak muda terprovokasi hasutan atau ajakan yang tak dipahaminya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyinggung generasi muda yang mengikuti aksi unjuk rasa namun tak memahami tujuannya. Hal ini terkait dengan aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang juga diikuti oleh mahasiswa dan buruh.
“Yang pasti, jangan sampai anak-anak muda terprovokasi hasutan atau ajakan yang dia sendiri tidak paham. Terpenting lagi, jangan lagi ada yang malu kalau tidak ikut unjukrasa,” kata Moeldoko dikutip dari wawancara refleksi peringatan Hari Sumpah Pemuda oleh KSP, Kamis (28/10).
Moeldoko mengajak generasi muda agar tak mudah terhasut ataupun terprovokasi untuk ikut aksi unjuk rasa. Sebelum memutuskan untuk berunjuk rasa, ia meminta agar memahami terlebih dahulu maksud dan tujuannya.
“Mulailah berani mengambil keputusan bahwa apa yang kita lakukan harus kita pahami tujuannya. Harusnya malu kalau berunjuk rasa tapi tidak paham tujuannya,” tambah dia.
Ia menegaskan, melalui UU Cipta Kerja ini, pemerintah berupaya menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Sebab, tiap tahunnya terdapat sekitar 2,9 juta angkatan kerja baru yang membutuhkan lapangan kerja yang lebih luas. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 saat ini, angka pengangguran justru semakin meningkat.
Selain itu, pada 2030 nanti akan terjadi bonus demografi yang dampaknya bisa menyebabkan kenaikan jumlah pengangguran jika tak diantisipasi sejak dini.
“Pemerintah mencoba membuka peluang melalui UU Cipta Kerja. Tetapi anak-anak muda, calon tenaga kerja baru malah menolaknya. Tetapi saya melihat itu hanya sebagian kecil. Sebagian besar mereka sudah paham,” kata Moeldoko.
Lebih lanjut, Moeldoko menilai pembelajaran politik yang benar bagi generasi muda saat ini sangatlah penting. Sebab tanpa adanya pembelajaran politik yang benar, maka generasi muda bisa menjadi instrumen kekerasan.
“Pembelajaran politik yang benar bagi anak muda sangat penting. Kalau tidak, malah jadi repot, karena anak-anak akan menjadi instrumen kekerasan,” ucapnya.