Industri Wiata Halal Global Susut Jadi 58 Miliar Dolar AS
Pelaku industri harus menyesuaikan strategi seiring tren baru pascapandemi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri pariwisata halal global mengalami penurunan tajam karena pandemi Covid-19. Senior Associate DinarStandard, Reem Elshafaki menyebut, proyeksi nilai Muslim friendly travel pada 2020 hanya mencapai 58 miliar dolar AS.
"Pemulihan diperkirakan baru terjadi pada 2023 ke angka seperti 2019," kata Elshafaki dalam International Conference on Muslim Friendly Tourism yang merupakan rangkaian Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2020 yang digelar secara virtual, Kamis (29/10).
State of Global Islamic Economy Report mencatat, pengeluaran Muslim untuk pariwisata halal mencapai 189 miliar dolar AS pada 2018. Nilainya tumbuh 6,4 persen per tahun sehingga pada 2019 pengeluaran Muslim pada pariwisata halal sekitar 201 miliar dolar AS.
Indonesia mencatat posisi kelima dengan total pengeluaran sekitar 11 miliar dolar AS, mengikuti Turki, Uni Emirat Arab, Qatar, dan Kuwait. Secara total, jumlah wisatawannya mencapai 72,5 juta orang.
Elshafaki menyebut perlunya strategi di era new normal dengan memperhatikan tren perubahan. Di saat pandemi dan pembatasan, industri harus membuat rencana jangka pendek dan jangka panjang yang bersifat strategis.
"Di saat pemulihan, perlu ada komitmen kuat dari pemerintah dan industri untuk bersinergi," kata Elshafaki.
Implementasi rencana strategis juga perlu dilakukan dengan mengedepankan pada tradisi era baru, seperti lebih ramah lingkungan, mengutamakan kebersihan dan higienitas.
Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemparekraf), Fadjar Hutomo juga mengatakan, industri pariwisata domestik berbenah semasa pandemi. Industri mempersiapkan potensi besar yang datang setelah masa pemulihan.
"Kita maksimalkan pembenahan di daerah-daerah prioritas," kata Fadjar.
Lima wilayah super prioritas yang jadi fokus pemerintah diantaranya Danau Toba Sumatra Utara, Candi Borobudur Jawa Tengah, Mandalika NTB, Labuan Bajo NTT, dan Likupang Sulawesi Utara. Terlebih, Indonesia juga punya aset berharga berupa tradisi budaya, hingga sumber daya alam yang sangat menarik.
Aspek alam tersebut, kata Fadjar, merupakan modal penting dalam pengembangan ekowisata yang diperkirakan menjadi tren pariwisata ke depan. Pariwisata berkelanjutan (sustainable travel) kini lebih banyak dipilih oleh masyarakat menurut berbagai survei.
"Sustanable travel ini sangat memungkinkan dikembangkan di Indonesia," ucap Fadjar.