Penyerang di Nice Bernama Aouissaoui, Baru Tiba di Eropa

Pelaku penyerangan memiliki dokumen Palang Merah Italia.

AP Photo/Daniel Cole
Polisi berjaga di Gereja Notre Dame di Nice, Prancis, setelah terjadi insiden serangan dengan pisau, Kamis (29/10). Seorang pelaku menggunakan pisau membunuh tiga orang di gereja kota Mediterania, Nice. Akibatnya PM Prancis mengumumkan negara dalam kondisi bahaya tingkat tinggi.
Rep: Dwina Agustin Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, NICE -- Pejabat Prancis mengungkapkan pria Tunisia yang membunuh tiga orang di sebuah gereja Prancis baru saja tiba di Eropa. Dia memiliki dokumen Palang Merah Italia yang dikeluarkan setelah tiba dengan kapal migran ke Pulau Lampedusa Italia bulan lalu.

Pria berusia 21 tahun ini ditembak oleh polisi dan saat ini dalam kondisi kritis. Sebelum dapat dilumpuhkan, terdengar berulang kali meneriakkan "Allahu Akbar".

Kepala jaksa anti-teroris Prancis, Jean-François Ricard, menyatakan sebuah Alquran, dua telepon dan pisau berukuran 30 sentimeter ditemukan pada penyerang. "Kami juga menemukan tas yang ditinggalkan penyerang. Di samping tas ini ada dua pisau yang tidak digunakan dalam penyerangan," ujarnya.

Seperti dikutip BBC, sumber polisi menyebut penyerang bernama Brahim Aouissaoui. Dia membunuh tiga orang yang diserangnya sebelum Misa pertama pada Kamis (29/10) pagi.

Baca Juga


Dua orang tewas di dalam gereja. Korban tersebut adalah seorang wanita berusia 60 tahun dan pria berusia 55 tahun. Sedangkan seorang wanita berusia 44 tahun berhasil melarikan diri ke kafe terdekat setelah ditikam beberapa kali, tetapi meninggal kemudian.

Belakangan diketahui bahwa seorang saksi telah berhasil membunyikan alarm dengan sistem perlindungan khusus yang dipasang oleh kota. Sebanyak empat petugas polisi tiba di tempat kejadian pada pukul 08:57 waktu setempat dan penyerang ditembak dan ditahan tak lama kemudian.

"Kami mendengar banyak orang berteriak di jalan. Kami melihat dari jendela bahwa ada banyak, banyak polisi datang, dan tembakan, banyak tembakan," ujar saksi mata yang tinggal di dekat gereja bernama Chloe.

Atas peristiwa serangan tersebut, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengatakan itu adalah serangan teroris Islam. Dia mengatakan, jumlah tentara yang dikerahkan untuk melindungi tempat-tempat umum, seperti gereja dan sekolah, akan meningkat dari 3.000 menjadi 7.000.

"Jika kita diserang sekali lagi, itu untuk nilai-nilai yang menjadi milik kita: kebebasan, untuk kemungkinan di tanah kita untuk percaya dengan bebas dan tidak menyerah pada semangat teror," ujar Macron.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler