Ridwan Kamil Sebut UMP Jabar tak Naik demi Cegah PHK
Ridwan Kamil menyebut, sebanyak 2.000 perusahaan di Jabar terdampak Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengklaim alasan keputusan tidak menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk mencegah lebih banyak pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ridwan Kamil mengatakan, 60 persen industri manufaktur yang ada di Indonesia berada di Jawa Barat. Di sisi lain, sektor tersebut yang paling terdampak kinerja bisnisnya karena pandemi Covid-19.
“Ada 2.000-an perusahaan (industri manufaktur) yang terdampak (Covid-19). (sebanyak) 500 perusahaan diantaranya melakukan PHK. Jabar itu sektor manufaktiur terbesar di Indonesia, sektor ini pula dan (sektor) jasa yang paling terdampak,” ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil di Mapolda Jabar, Senin (2/11).
Menurut Emil, alasan itu menyebabkan mengapa UMP Jabar tidak dinaikan. Karena, mengikuti surat edaran dari Kementerian Tenaga Kerja.
"Jangan dibandingkan dengan provinsi lain yang industrinya sedikit. Jadi kalau upahnya (UMP) dinaikan, kami khawatir ada PHK lagi, yang dirugikan buruh lagi,” katanya.
Emil meminta pemahaman dan pengertian dari masyarakat, khususnya kaum buruh. Keputusan ini diakui tidak bisa memuaskan semua pihak. Saat ini, Sekretaris Daerah (Sekda) dan Dinas Ketenagakerjaan diminta menyosialisasikan alasan ini agar bisa sampai dengan baik.
“Perlu kejernihan berpikir bahwa tidak ada keputusan yang memang memuaskan semua pihak. Tapi, tidak ada sedikitpun niat pemerintah untuk menyengsarakan masyarakatnya. Semata mata ini mencegah kemudharatan karena jumlah yang di-PHK sudah lebih dari 500 perusahaan,” paparnya.
Emil menjekaskan, investasi Jabar sampai September hampir mendekati Rp 90 triliun, tapi membuat pabrik dan industri. "Ini opsi yang tidak nyaman, tapi harus kami lakukan supaya mesin ini bisa bergerak. Kalau sudah terjadi ekses di lapangan, Pak kapolda sudah punya pengalaman untuk mengantisipasi,” katanya.
Di sisi lain, kata dia, pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat sudah membaik jika dilihat dari kinerja ekspor, daya beli maupun kredit. "Yang paling signifikan adalah peningkatan di sektor angkutan dan komunikasi sebesar 47 persen," katanya.