IHSG Menguat Seiring Gelaran Pemilu AS
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona positif ke level 5.141,27.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona positif pada perdagangan Selasa (3/11). Indeks saham menguat 0,51 persen ke level 5.141,27. Sementara indeks LQ45 menguat sebesar 0,67 persen.
Pergerakan pasar saham domestik ini sejalan bursa saham global yang cenderung menguat. Semalam bursa AS ditutup menguat dengan Dow Jones naik 1,60 persen, S&P 500 meningkat 1,23 persen dan Nasdaq menguat 0,42 persen. Sementara pagi ini indeks Kospi dibuka dan diperdagangkan di zona positif 1,3 persen.
Riset Phillip Sekuritas Indonesia memperkirakan IHSG akan bergerak menguat terbatas pada hari ini. Pergerakan pasar saham hari ini akan sangat dipengaruhi oleh sentimen global terutama pemilihan presiden Amerika Serikat (AS).
"Investor untuk sementara waktu mengabaikan perkembangan penularan Covid-19 dan fokus mempertimbangkan berbagai kombinasi hasil dari Pemilu di AS," tulis riset Phillip Sekuritas, Selasa (3/11).
Melihat lonjakan tajam jumlah pemilih yang melakukan pencoblosan lebih awal (early vote) dan lewat surat (mail-in vote), hasil Pemilu dan pemenang kursi Presiden dan kursi Senat (DPD) mungkin belum akan jelas atau definitif hingga akhir minggu ini.
Lebih dari 97 juta warga AS telah melaksanakan hak pilihnya lebih awal dalam Pemilu tahun ini. Jumlah tersebut melebihi dua pertiga dari jumlah pemilih yang ikut memilih dalam Pemilu 2016.
Dari sisi makroekonomi, riset menyebut, investor menantikan hasil pertemuan kebijakan bank sentral Australia (RBA). Bank sentral diprediksi akan menurunkan suku bunga acuan dari 0,25 persen menjadi 0,10 persen.
RBA juga diprediksi bakal menurunkan target imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah bertenor 3 tahun. Selain itu bank sentral diperkirakan akan meluncurkan program baru pembelian obligasi (Quantitative Easing).
Di pasar komoditas, harga minyak mentah dunia menghapus penurunan sebelumnya dan naik hampir 3 persen di tengah sinyal bahwa Rusia, sekutu penting dari OPEC, sedang dalam pembicaraan untuk menunda rencana kenaikan produksi OPEC hingga Januari 2021.