LSP ITS Buat Uji Kompetensi untuk Pendidikan Vokasi
Skema ini menjadi referensi, alat ukur untuk asesmen lulusan pendidikan vokasi.
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Lembaga Sertifikasi Profesi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mengembangkan skema uji kompetensi bagi lulusan pendidikan vokasi agar sesuai permintaan industri. Skema ini menjadi referensi bagi peserta didik pendidikan vokasi untuk dilakukan asesmen.
"Sehingga ketika lulus mereka memiliki sertifikat kompetensi, yaitu pengakuan telah berkompetensi," ujar Quality Management Representative LSP ITS, Hendro Nurhadi, Selasa (3/11).
Ada tiga jenis skema uji kompetensi di LSP ITS, yakni jenis klaster, okupasi, dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Dari ketiganya yang paling dikehendaki oleh industri adalah uji kompetensi jenis KKNI karena banyak berbicara keahlian.
"Pada tahun 2020 kami mengembangkan dari skema hibah yang kami terima dari Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Dit. Mitras DUDI) di bawah Ditjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud. Yakni program pengembangan skema, program menambahkan dokumen uji kompetensi yang difokuskan kepada bidang prioritas konstruksi," ucapnya.
LSP ITS memberikan uji kompetensi sehingga lulusan mendapatkan sertifikasi, baik di KKNI level 4 untuk jenjang pendidikan D3 ataupun KKNI level 5 dan 6 untuk jenjang D4.
"Tugas kami mengembangkan skema dengan jumlah usulan sebanyak 17 skema. Namun, seiring berjalannya waktu, kebutuhan skema itu bertambah menjadi 18, 19 hingga akhirnya muncul usulan skema menjadi 20 untuk bidang konstruksi," ujar pria yang menjabat CEO PUI MIA ITS (Pusat Unggulan IPTEK Mechatronics and Industrial Automation) itu.
Selain program dari Kemendikbud, LSP ITS juga mengembangkan skema secara mandiri untuk bidang prioritas yang lain, misalnya permesinan. LSP ITS bisa mengusulkan lebih dari 30 skema baru dari tiga skema yang sudah ada.
Pihaknya mengakui banyak mengalami kendala dalam menyusun skema tersebut. Penyusunan skema ini skala nasional, walaupun yang membuat ITS, tetapi dibuat dengan kolaboratif dan bersinergi dengan mitra industri bersama mitra perguruan tinggi vokasi yang lain.
Kendalanya adalah skema yang dikembangkan memang dapat diterima oleh industri dan bisa dieksekusi semua perguruan tinggi vokasi di Indonesia.
"Akan tetapi, telah disampaikan ini adalah produk skema pertama yang dikembangkan sehingga akan jauh dari sempurna. Kami berharap seiring dengan waktu akan ada penyesuaian beriring dengan teknologi di bidang konstruksi," katanya.
Meski begitu, ia bersyukur karena sejak awal BNSP telah digandeng sehingga skema yang sudah dijadikan draf bersama mitra lain bisa langsung terverifikasi dan ujungnya mendapat lisensi. "Dengan skema tersebut kami berharap lulusan pendidikan vokasi akan lebih sinkron dengan kebutuhan industri saat ini. Dengan tantangan zaman yang ada saat ini," ucapnya.