Investasi Pemerintah ke BUMN Capai Rp 2.397 Triliun
Besaran investasi pemerintah tercatat naik 4,8 persen dibandingkan periode sama 2018
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN Kemenkeu) mencatat, total investasi pemerintah yang ada di BUMN sudah mencapai Rp 2.397 triliun. Jumlah tersebut merupakan akumulasi sepanjang 2009 hingga akhir tahun lalu.
Direktur Kekayaan Negara Dipisahkan DJKN Kemenkeu Meirijal Nur menjelaskan, total investasi tersebut terbesar di BUMN yang 100 persen yang dimiliki pemerintah ataupun mereka yang sudah menjadi perusahaan terbuka (Tbk). "Itupun tidak hanya untuk BUMN, tapi juga untuk BLU (Badan Layanan Umum) segala," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (6/11).
Besaran investasi pemerintah tersebut tercatat naik 4,8 persen dibandingkan periode yang sama pada 2018, Rp 2.286 triliun. Peningkatan terutama terjadi untuk perseroan, sampai lima persen, yaitu dari Rp 2.189 triliun sampai dengan akhir 2018 menjadi Rp 2.299 triliun di akhir tahun lalu.
Dari total Rp 2.397 triliun, sebanyak Rp 400 triliun di antaranya diberikan dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) baik ke BUMN maupun BLU. Angka tersebut akan naik pada tahun ini menjadi Rp 442,38 triliun mengingat anggaran pemerintah untuk PMN sekitar Rp 42,38 triliun pada 2020.
Besaran investasi pemerintah ini memberikan berbagai jenis dampak kepada pemerintah maupun ekonomi dan masyarakat. "Banyak return yang diterima selain dividen, juga dampak ekonomi PMN ke BUMN. Ada juga dampak pertambahan penerimaan pajak akibat adanya peningkatan aktivitas ekonomi lewat PMN ke BUMN," ujar Meirijal.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata memastikan, pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada sejumlah BUMN bukan bentuk pemborosan. Suntikan dana dari pemerintah ini dilakukan secara akuntabel dan ditujukan untuk keperluan banyak pihak, termasuk masyarakat.
Anggapan mengenai pemberian PMN sering kali dikaitkan dengan pemborosan masih kerap terjadi. Isa menyebutkan, pemikiran ini mungkin terjadi karena terpengaruh dengan beberapa kejadian kecil masa lalu, ketika beberapa BUMN tetap tidak dapat bertahan 'hidup' meski sudah diberikan suntikan dana yang bersumber dari kas negara. Dampaknya, PMN kerap dilihat hilang begitu saja secara percuma.
Tapi, Isa menekankan, praktik masa lalu itu tidak akan terjadi lagi di masa kini. "Kita pastikan bahwa kucuran dana berbentuk PMN kepada BUMN itu ada tujuannya, ada yang akan dilakukan oleh BUMN itu sehingga perlu disupport dan kita ingin pastikan juga apa yang direncanakan betul dilaksanakan dan diwujudkan," tuturnya.