Delirium Bisa Jadi Gejala Awal Covid-19

Delirium perlu diwaspadai sebagai gejala Covid-19 terlebih jika diiringi demam.

Pixabay
Ilustrasi Covid-19. Delirium perlu dipertimbangkan sebagai penanda awal penyakit Covid-19 jika disertai dengan demam tinggi, terutama pada kasus pasien lanjut usia
Rep: Rizky Suryarandika Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Penelitian baru menambah semakin banyak bukti bahwa delirium atau keadaan kebingungan mental akut disertai demam bisa menjadi gejala awal Covid-19. Delirium adalah perubahan mendadak di otak yang menyebabkan kebingungan mental dan gangguan emosi.

Baca Juga


Delirium membuat manusia sulit untuk berpikir, mengingat, tidur dan fokus. Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Immunology and Immunotherapy tersebut menyoroti fakta hilangnya indera perasa dan penciuman serta sakit kepala terjadi pada hari-hari sebelum penderita Covid-19 mengalami batuk dan kesulitan bernapas. Beberapa pasien Covid-19 juga mengalami mengigau.
 
"Dengan demikian, manifestasi dari keadaan kebingungan ini harus dipertimbangkan sebagai penanda awal penyakit Covid-19 jika disertai dengan demam tinggi, terutama pada kasus pasien lanjut usia," kata peneliti studi Javier Correa asal Universitat Oberta de Catalunya (UOC) Spanyol, dilansir Times Now News pada Sabtu (7/11).
 
"Kami perlu waspada, terutama dalam situasi epidemiologis seperti ini, karena seseorang yang menunjukkan tanda-tanda kebingungan mungkin merupakan indikasi infeksi," kata Correa. 
 
Untuk sampai pada kesimpulan tersebut, tim peneliti meninjau karya ilmiah yang diterbitkan tentang efek Covid-19 dalam kaitannya dengan sistem saraf pusat, yaitu otak. Dari tinjauan itu, mereka menemukan meskipun kasus pneumonia pertama yang dilaporkan di China berfokus pada kerusakan yang ditimbulkannya pada paru-paru dan organ lain, seperti ginjal dan jantung, ada indikasi virus corona juga memengaruhi sistem saraf pusat.
 
Kondisi ini bisa menghasilkan perubahan neurokognitif, seperti sakit kepala dan delirium, serta keluhan psikotik.  Hipotesis utama yang menjelaskan bagaimana virus corona memengaruhi otak menunjuk pada tiga kemungkinan penyebab, yakni hipoksia atau defisiensi oksigen pada saraf, radang jaringan otak akibat badai sitokin, dan fakta virus memiliki kemampuan untuk melintasi darah-otak secara langsung.
 
Correa menekankan, salah satu dari tiga faktor tersebut berpotensi menyebabkan delirium lalu menjelaskan bukti kerusakan otak terkait hipoksia. 
 
"Ini telah diamati dalam autopsi yang dilakukan pada pasien yang telah meninggal karena infeksi dan kemungkinan untuk mengisolasi virus dari jaringan otak," ujar Correa.
 
Menurut para peneliti, kondisi delirium, defisit kognitif, dan anomali perilaku kemungkinan besar disebabkan oleh peradangan sistemik pada organ dan keadaan hipoksia. Bulan lalu, penelitian lain, yang diterbitkan dalam jurnal Age and Aging, mengungkapkan, delirium adalah gejala utama Covid-19 pada orang tua yang lemah.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler