Komjak Minta Kejagung Serahkan Dokumen Skandal Djoko ke KPK
Dokumen dari Polri dan Kejagung penting bagi KPK guna dalami penanganan skandal Djoko
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak meminta, Kejaksaan Agung (Kejagung) segera menyerahkan berkas dan dokumen skandal Djoko Tjandra ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengaku, sudah dua kali meminta dokumen kasus yang berkaitan dengan perkara Djoko Tjandra ke Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri terkait supervisi perkara Djoko Tjandra.
"Kalau memang ada hambatan begitu, tentu kami (Komjak) memiliki kewajiban untuk mengingatkan dan segera diserahkan," kata Barita saat dikonfirmasi, Kamis (12/11).
Barita menegaskan, jika dalam waktu yang sudah ditentukan berkas dan dokumen skandal Djoko Tjandra belum juga diserahkan, maka Komjak akan menyurati Kejagung. "Tentu Komisi akan menyurati agar segera membantu tugas-tugas itu," kata Barita.
Berkas dan dokumen dari Polri dan Kejagung penting bagi KPK untuk mendalami penanganan skandal Djoko Tjandra. Terlebih, KPK telah mengantongi sejumlah dokumen terkait skandal Djoko Tjandra dari Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI).
"Benar, tim supervisi telah 2 kali meminta dikirimkan salinan berkas, dokumen-dokumen dari perkara tersebut, baik dari bareskrim maupun kejagung," kata Ketua KPK Nawawi Pomolango di Jakarta, Kamis (12/11).
Namun, dia mengatakan, bahwa permintaan salinan dokumen itu hingga saat ini belum diperoleh KPK. Dia melanjutkan, salinan berkas dan dokumen tersebut diperlukan tim supervisi untuk digabungkan dengan dokumen-dokumen yang diperoleh dari masyarakat.
Dia melanjutkan, kelengkapan berkas dan dokumen-dokumen tersebut selanjutnya akan ditelaah. Sehingga dapat diprtimbangkan kemungkinan KPK melakukan penyelidikan baru terhadap klaster-klaster yang belum tersentuh.
Dia menegaskan, hal tersebut sejalan dengan tugas KPK berdasarkan Undang-Undang (UU). Hal itu juga setali tiga uang dengan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 102 tahun 2020 tentang pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Korupsi.
"Bukan KPK yang minta dihargai, tapi supervisi adalah tugas dan kewenangan yang diberikan undang-undang sehingga aturan hukum itulah yang harus dihargai semua pihak," katanya.
Dia mengatakan, KPK hanya memiliki dokumen yang diberikan oleh masyarakat. Lembaga antirasuah itu mengaku akan menggelar hasil telaahan dari dokumen-dokumen yang diperoleh dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dalam waktu dekat.