ICW Pahami Tren Pengunduran Pegawai KPK
Pola kepemimpinan KPK yang baru dianggap ICW jadi alasan pengunduran pegawai.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nanang Farid Syam, memutuskan mengundurkan diri dari lembaga antirasuah tersebut. Surat pengunduran diri telah dikirim ke pimpinan KPK dan masih dalam proses.
Catatan Republika, Nanang Farid adalah pegawai KPK ke-38 yang mengundurkan diri sejak kepemimpinan KPK berpindah ke tangan Jenderal Polisi Firli Bahuri pada 2019. Rata-rata, para pegawai senior itu beralasan kinerja KPK saat ini telah berubah.
Indonesia Corruption Watch (ICW) pun turut mengomentari tren pengunduran diri para pegawai KPK tersebut. "ICW pada dasarnya dapat memahami mengapa pegawai KPK silih berganti meninggalkan lembaga anti rasuah itu. Hal ini sudah barang tentu terkait dengan pola kepemimpinan KPK dan problematika regulasi yang tahun lalu baru saja direvisi, " kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana kepada Republika, Senin (16/11).
Untuk pola kepemimpinan, ICW melihat persoalan utama yang sedang mendera Komisi Antirasuah saat ini adalah minimnya keteladanan pada level pimpinan. Ketua KPK dinilai ICW adalah figur yang bermasalah karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan dua kali melanggar kode etik kepegawaian.
"Baik saat menjabat sebagai Deputi Penindakan maupun sebagai Ketua KPK. Ini tentu akan menjadi beban moral bagi kelembagaan, tak terkecuali juga pada seluruh pegawai KPK," ujar Kurnia.
Tak hanya itu, isu kenaikan gaji serta pembelian mobil dinas pun semakin melunturkan nilai integritas dari sebagian besar Pimpinan KPK. Perubahan UU KPK juga ICW yakini menjadi salah satu faktor utama. Sebab, perubahan regulasi yang dihasilkan oleh Presiden Joko Widodo dan segenap anggota DPR RI ini telah merubah sebagian besar pola kerja KPK.
"Alih-alih memperkuat, faktanya malah sebaliknya. Ini sudah barang tentu telah melenceng jauh dari khittah kelembagaan yang diyakini oleh seluruh pegawai KPK, " tutur Kurnia.
Nanang Farid mengaku merasakan perbedaan di tubuh lembaga yang didirikan pada 2003 lalu setelah adanya revisi Undang-undang (UU) KPK. "Jadi 2019 akhir, kami juga sudah merenung sama-sama dengan teman-teman, kemudian kami berikhtiar setahun berjalan. Ternyata saya kira ini bukan tempat saya," kata Nanang di Jakarta, Ahad (15/11).
Nanang adalah pegawai senior di Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK dan juga Penasihat Wadah Pegawai KPK. Secara pribadi, ia ikut mempersoalkan perubahan UU KPK sepanjang 2019. Namun, UU hasil revisi tersebut tetap disahkan dan saat ini menjadi UU Nomor 19 tahun 2019. Dia mengaku, UU baru tersebut memberikan dampak terhadap pribadi dan kelembagaan KPK.
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengonfirmasi pengunduran diri Nanang. Dia mengatakan, KPK sebenarnya berharap Nanang tidak mengundurkan diri dan terus bekerja bersama para pegawai lainnya. "Informasi yang kami terima karena akan membuka usaha mandiri," kata Ali.
Dia mengatakan, KPK tetap menghargai keputusan yang telah diambil Nanang. Dia melanjutkan, KPK mendorong para alumni tetap memegang nilai integritas dan menularkan sikap anti korupsinya dimanapun mereka berada.
Pegawai KPK terakhir yang mundur sebelum Nanang adalah mantan juru bicara KPK Febri Diansyah pada September lalu. Febri mengaku angkat kaki dari KPK karena situasi yang telah berubah menyusul munculnya UU KPK baru.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata pada Jumat (2/10), mengungkapkan, pegawai KPK yang mundur tidak hanya terjadi pasca revisi UU KPK.
Sebanyak 288 orang, kata dia, telah mengundurkan diri sejak 2008 hingga September 2020. Rinciannya, enam orang mundur pada 2008, 13 pada 2009, 17 pada 2010, dan masing-masing 12 pada 2011 dan 2012. Kemudian, 13 orang pada 2013, 18 pada 2014, 37 pada 2015, 46 pada 2016, 26 pada 2017, 31 pada 2018, 23 pada 2019, dan 34 pada 2020.