Pemerintah Sinkronisasi Sistem Online Single di Daerah
Dokumen tata ruang akan disinkronkan dengan sistem Online Single Submission (OSS).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menindaklanjuti pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pemerintah tengah menyusun aturan pelaksanaan berupa 40 Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan 4 Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres). Pada proses penyusunan ini, pemerintah turun langsung ke beberapa daerah untuk menyosialisasikan pokok-pokok substansi UU Cipta Kerja sekaligus menyerap masukan dan tanggapan dari masyarakat serta seluruh pemangku kepentingan terkait.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan pemerintah berupaya untuk memberikan ruang seluas-luasnya terhadap masukan dan aspirasi dari masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan terkait. Produk hukum yang diundangkan pada 2 November 2020 diharapkan mampu memberikan perlindungan dan kemudahan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Koperasi.
“Selain itu untuk penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi, serta bisa menciptakan lapangan kerja baru melalui peningkatan investasi,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (4/12).
Sementara Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi menambahkan, pemerintah pun membentuk Tim Serap Aspirasi yang bersifat independen yang beranggotakan para tokoh nasional dan ahli bidangnya.
“Tim ini diharapkan dapat menjadi jembatan yang efektif bagi masyarakat untuk memberi masukan kepada pemerintah atas RPP dan RPerpres, atau hal-hal lain yang dipandang perlu untuk mendukung efektivitas implementasi UU Cipta Kerja,” ucapnya.
Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, Wahyu Utomo menjelaskan sembilan RPP Pelaksanaan UU Cipta Kerja yang ada dalam ranah koordinasinya.
Pertama, mengungkapkan mengenai pentingnya penataan RPP terkait Penyelenggaraan Penataan Ruang. Adapun ruang ini agar bisa semaksimal mungkin mendukung kegiatan ekonomi khususnya, tentang kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dalam perizinan berusaha. Dokumen tata ruang, imbuh Wahyu, akan disinkronkan dengan sistem Online Single Submission (OSS).
"Kita akan mempercepat RDTR karena akan menjadi basis untuk OSS. RDTR yang biasanya butuh 36 bulan sejak penyusunan hingga penetapan, kita harapkan bisa selesai dalam 12 bulan,” katanya.
Wahyu pun memaparkan mengenai RPP terkait Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
"Kemudian pengadaan tanah ini kita perluas coverage-nya. Jadi kepentingan umum ini kita tambahkan dengan kawasan-kawasan, seperti Kawasan Industri, KEK, Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, dan lain-lain,” ucapnya.
Pemerintah juga mengevaluasi agar prosesnya dipercepat. Sebab, pengadaan tanah juga merupakan kunci untuk melancarkan proses pembangunan infrastruktur.
“Proses pengadaan tanah ini akan kita percepat. BPN akan dilibatkan sejak awal sehingga saat penentuan trase suatu jalan, BPN sudah tahu dan bisa memberi masukan, mana yang potensinya cepat selesai, mana yang paling minimum terjadi konflik, dan sebagainya,” paparnya.
Wahyu juga menerangkan RPP terkait Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah; RPP terkait Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar; RPP terkait Bank Tanah; RPP terkait Kemudahan PSN; RPP terkait KEK; RPP terkait Penyelesaian Ketidaksesuaian Antara Tata Ruang dengan Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah; RPP Informasi Geospasial.